Mataram (NTBSatu) – Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal memberikan atensi khusus kasus “Walid Lombok” yang terjadi di salah satu pondok pesantren di Lombok Barat.
Dalam hal ini, Iqbal langsung menelpon Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Eny Chaerani agar memberikan perlindungan kepada puluhan santriwati yang menjadi korban.
“Tiang (saya) mohon bantuan pelungguh (anda), segera koordinasi dengan lembaga perlindungan korban yang ada. Dan berikan dukungan kepada korban,” minta Iqbal pada Eny dalam video yang diunggah pada akun Facebook @Lalu Muhamad Iqbal NTB, Selasa, 22 April 2025.
Iqbal juga meminta kepada Eny segera berkoordinasi dengan Pemkab Lombok Barat, termasuk Dinas Sosial NTB apabila sekiranya membutuhkan bantuan.
“Kalau ada hal yang sulit nanti Bu Eny langsung telepon saya. Karena kalau tidak beri perlindungan, takut buruk bagi korban,” ucap Iqbal.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Turki ini menekankan, fokus utama dalam memberi bantuan kepada korban adalah menjaga privasinya. Karena menyangkut masa depan mereka.
“Pastikan perlindungannya, termasuk trauma healing, sebab trauma ini jangka panjang buat korban. Jadi tolong berikan dukungan,” ucapnya.
Terbongkar Setelah Film Bidaah Viral
Sebelumnya, oknum pimpinan yayasan salah satu pondok pesantren di Lombok Barat, inisial AF dilaporkan ke Polresta Mataram.
Dugaannya ia mencabuli hingga menyetubuhi 22 santriwati. Modusnya seperti yang Walid lakukan, tokoh dalam film Bidaah asal Malaysia. AF melancarkan aksi bejatnya dengan pendekatan keagamaan.
Terduga pelaku menjanjikan para korban akan mendapatkan keberkatan di dalam rahimnya.
“Supaya dapat melahirkan anak-anak yang akan menjadi seorang wali. Yang terindikasi korban 22 orang,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, Senin, 21 April 2025.
Jumlah santriwati yang menjadi korban AF sebanyak 22 orang. Delapan di antaranya sudah melapor ke Polresta Mataram. Saat kejadian para korban berusia di bawah umur.
“Kejadiannya sekitar tahun 2016 sampai terkahir di tahun 2023,” ujarnya.
Para santriwati itu, sambung Joko, ada yang sudah disetubuhi. Ada juga yang menjadi korban cabul, mereka menolak tawaran mendapatkan keberkatan dari pelaku.
“Sudah sempat diraba. Untuk (korban yang sudah) hamil, belum ada laporan,” beber dosen Universitas Mataram (Unram) ini.
Pelaku membawa satu per satu para korban ke sebuah ruang kelas di malam hari sekitar pukul 00.00 dan 01.00 Wita. Di dalam ruangan itu AF melakukan proses manipulasi psikologi atau menghasut para korban.
Lebih jauh Joko menjelaskan, sebelum melapor ke polisi, kasus ini telah sampai ke telinga pimpinan Ponpes. Begitu mendapat informasi, pimpinan tersebut langsung mengklarifikasi pelaku dan para korban.
“Yang bersangkutan mengakui perbuatannya kepada pimpinan ponpes. Tetapi di dalam keterangannya, dia lupa berapa banyak (korbannya),” bebernya. (*)