Hukrim

Kejari Mataram Tahan Makelar Tanah Tersangka Dugaan Korupsi Aset Pemda Lobar

Mataram (NTBSatu) – Penyidik Kejari Mataram akhirnya menahan tersangka dugaan korupsi aset Pemda Lombok Barat (Lobar) di Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi inisial MA.

“Hari ini kami kembali menahan satu tersangka inisial MA dari kalangan pihak swasta,” kata Kepala Kejari Mataram, Gde Made Pasek Swardhyana, Selasa, 23 Desember 2025.

Penyidik menahan makelar tanah tersebut di Lapas Kelas IIA Kuripan Lombok Barat selama 20 hari ke depan.

Made Pasek menyebut, sebelum melakukan penahanan, pihaknya terlebih dahulu memeriksa MA sebagai tersangka. “Kami juga memeriksa beberapa saksi-saksi dan ahli,” ucapnya.

IKLAN

Sebagai tersangka, penyidik menyangkakan MA dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kepala Kejari Mataram beberapa waktu lalu menyebut, MA berperan sebagai makelar. Ia bertindak mengatur penjualan dan pengalihan tanah Aset Pemda Lobar bersama-sama dengan tersangka AAP selaku Kepala Desa Bagik Polak.

Tetapkan Dua Tersangka

Sebelumnya, Kejari Mataram juga menetapkan pejabat BPN Lombok Barat inisial BMF dan Kades Bagik Polak AAP. Jaksa menetapkan keduanya sebagai tersangka dugaan korupsi penjualan tanah Desa Bagik Polak pada 26 September 2025.

Kasi Intelijen Kejari Mataram, Harun Al Rasyid menjelaskan, tahun 2018 tersangka AAP mengajukan permohonan sertifikat satu bidang tanah seluas 3757 meter persegi. Lokasinya di Subak Karang Bucu, Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi. Tanah itu merupakan aset milik Pemkab Lombok Barat.

Tanah itu sebelumnya merupakan tanah pecatu dari Dusun Karang Sembung melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Dari permohonan itu, terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 02669 atas nama pribadi AAP. Warga setempat yang mengetahui hal itu pun menggelar aksi demonstrasi di Kantor BPN Lombok Barat.

Tersangka AAP kemudian melepaskan haknya hingga SHM 02669 dibatalkan, pada 29 September 2019 oleh BPN Lombok Barat.

Melalui rekayasa gugatan perdata di Pengadilan Negeri Mataram, muncul nama pemohon I inisial WB dan kawan-kawan. Mereka mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah tersebut.

Mereka menggugat tersangka AAP dan BPN Lombok Barat atas objek yang telah dibatalkan tersebut.

Dalam persidangan perdata, BMF selaku penerima kuasa khusus dari Kepala BPN Lombok Barat, tidak menghadiri sidang di pengadilan. Ia juga tidak menugaskan staf penerima kuasa khusus lainnya menghadiri persidangan. Akibatnya, hak untuk memberikan penjelasan atas kemungkinan error in persona dan error in objecto saat di pengadilan.

Memanfaatkan kondisi itu, AAP berdamai dengan IWB. Tersangka kemudian menyerahkan tanah dan SHM No. 02669 kepada penggugat.

“Dengan dasar akte perdamaian dari pengadilan, IWB menjual tanah itu kepada saudara inisial MA,” beber Harun.

Dalam kasus ini muncul kerugian keuangan negara sebesar Rp958.133.000. Angka itu berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button