Pemerintahan

Pemprov Segera Tetapkan UMP NTB 2026

Mataram (NTBSatu) – Pemprov NTB segera menetapkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026.

Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, Muslim menjelaskan, penentuan UMP masih menunggu regulasi Pemerintah Pusat. Yaitu mengenai besaran koefisien pengalinya.

“Kita tunggu dari pusat dulu, karena mereka yang menentukan koefisien pengalinya. Perkiraannya tanggal 21 November 2025 sudah keluar,” ujar Muslin, kemarin.

Meski belum ada angka resmi, Pemprov NTB telah menggelar pertemuan prakondisi dengan Serikat Pekerja, Asosiasi Pengusaha, dan akademisi yang duduk di Dewan Pengupahan Provinsi.

Pada prinsipnya, ujar Muslim, seluruh pihak sepakat dan menghormati mekanisme yang berlaku dan memahami kondisi riil ekonomi di daerah. Namun, ia belum bisa memperkirakan besaran kenaikan UMP di NTB 2026.

“Tapi kan penentu koefisien itu ada di pusat. Besaran UMP kita besok tergantung hasil keputusan Menteri, karena koefisien itu sebagai formula untuk menghitung besaran UMP,” jelas Muslim.

Menurut Muslim, Serikat Pekerja maupun Asosiasi Pengusaha tidak mempermasalahkan adanya kenaikan UMP. Namun nilai kenaikan sangat bergantung pada koefisien pengali yang Pemerintah Pusat tetapkan.

Minta Perlindungan Pekerja di Atas 60 Tahun

Selain UMP, para pekerja juga mengusulkan sejumlah kebijakan tambahan yang bisa diperkuat di daerah. Salah satunya, perlindungan bagi pekerja berusia di atas 60 tahun yang tidak ter-cover BPJS Ketenagakerjaan.

“Itu sisi lain yang mereka minta. Mereka sadar koefisien pengali itu ditentukan pusat. Jadi harapannya ada sentuhan lain yang bisa dilakukan di daerah,” tambahnya.

Serikat pekerja mengusulkan kenaikan lebih dari 10 persen. Namun, penetapan akan mengacu pada formula baru sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Penghitungan UMP berdasarkan koefisien pengali yang Pemerintah Pusat tentukan.

“Bocoran koefisiennya naik atau tetap sama? Kita belum tahu. Tanggal 21 baru kita tahu,” kata Muslim.

Muslim menilai usulan dari Serikat Pekerja sangat realistis. Terutama terkait dorongan agar perusahaan lebih produktif, lebih efisien dalam tata kelola, tidak menghabiskan pendapatan hanya untuk operasional.

“Semakin bagus perusahaan mengelola keuangannya, semakin besar kontribusi yang bisa diberikan kepada pekerja,” ujarnya.

Muslim juga menyampaikan, pelaku usaha tidak mengkhawatirkan potensi PHK akibat kenaikan UMP. Mereka justru berharap pemerintah menghapus berbagai kebijakan efisiensi yang selama ini menekan perputaran ekonomi daerah, terutama di sektor perhotelan.

“Pelaku usaha berharap program efisiensi pemerintah sebaiknya dicabut, supaya aktivitas ekonomi lebih bergairah. Hotel-hotel bisa lebih banyak digunakan dan tamu bisa lebih mudah datang dengan insentif yang ada,” jelasnya. (*)

Muhammad Yamin

Jurnalis NTBSatu

Berita Terkait

Back to top button