Hukrim

Jaksa Tetapkan Makelar Tanah sebagai Tersangka Korupsi Lahan Pemda Lobar

Mataram (NTBSatu) – Penyidik Kejari Mataram kembali menetapkan satu orang sebagai tersangka dugaan korupsi penjualan tanah negara di Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat (Lobar).

“Penyidik Pidsus menetapkan inisial MA dari pihak swasta,” kata Kepala Kejari Mataram, Gde Made Pasek Swardhyana pada Jumat, 14 November 2025.

MA berperan sebagai makelar. Ia bertindak mengatur penjualan dan pengalihan tanah Aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat bersama-sama dengan tersangka AAP selaku Kepala Desa Bagik Polak.

Sama seperti tersangka lainnya, penyidik menyangkakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan Tersangka Sebelumnya

Sebelumnya, Kejari Mataram menetapkan Pejabat BPN Lobar inisial BMF dan Kades Bagik Polak AAP, sebagai tersangka dugaan korupsi penjualan tanah Desa Bagik Polak pada 26 September 2025.

Kasi Intelijen Kejari Mataram, Harun Al Rasyid menjelaskan, tahun 2018 tersangka AAP mengajukan permohonan sertifikat satu bidang tanah seluas 3.757 meter persegi. Lokasinya di Subak Karang Bucu, Desa Bagik Polak Kecamatan Labuapi. Tanah itu merupakan aset milik Pemkab Lombok Barat.

“Tanah itu sebelumnya merupakan tanah pecatu dari Dusun Karang Sembung melalui program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap),” ujarnya.

Dari permohonan itu, terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 02669 atas nama pribadi AAP. Warga setempat yang mengetahui hal itu pun menggelar aksi demonstrasi di Kantor BPN Lombok Barat.

Tersangka AAP kemudian melepaskan haknya hingga SHM 02669 dibatalkan, pada 29 September 2019 oleh BPN Lombok Barat.

Melalui rekayasa gugatan perdata di Pengadilan Negeri Mataram, muncul nama pemohon I inisial WB dan kawan-kawan. Mereka mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah tersebut.

Mereka menggugat tersangka AAP dan BPN Lombok Barat atas objek yang telah dibatalkan tersebut.

Dalam persidangan perdata, BMF selaku penerima kuasa khusus dari Kepala BPN Lombok Barat, tidak menghadiri sidang di Pengadilan. Ia juga tidak menugaskan staf penerima kuasa khusus lainnya menghadiri persidangan.

Akibatnya, hak untuk memberikan penjelasan atas kemungkinan error in persona dan error in objecto saat di pengadilan.

Memanfaatkan kondisi itu, AAP berdamai dengan IWB. Tersangka kemudian menyerahkan tanah dan SHM No. 02669 kepada penggugat.

“Dengan dasar akte perdamaian dari pengadilan, IWB menjual tanah itu kepada saudara inisial MA,” beber Harun. (*)

IKLAN

Berita Terkait

Back to top button