Mataram (NTBSatu) – Selama terjun langsung di lapangan, KPK menemukan sejumlah anomali atau penyimpangan dan pelanggaran di NTB. Seperti persoalan tambang emas ilegal, tambak, deforestasi akibat ekspansi kebun jagung, hingga permasalahan air di Gili Tramena.
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria mengatakan, pelanggaran tersebut berdampak signifikan. Baik terhadap kerugian negara maupun kerusakan lingkungan. Pada akhirnya menyebabkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tak optimal akibat banyaknya kebocoran di sektor Sumber Daya Alam (SDA).
Salah satu faktornya adalah kurangnya pengawasan internal pemerintah. Berdasarkan pemetaan titik rawan korupsi oleh KPK melalui Monitoring Center for Prevention (MCP). Pada 2023, skor MCP Pemprov NTB berada di kategori Terjaga dengan total capaian 81 poin. Namun, pada aspek fokus area Pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Optimalisasi Pajak Daerah masih dalam kategori rawan, dengan skor masing-masing 60 dan 71.
“Sementara Perencanaan dan Penganggaran APBD (76); Pengadaan Barang dan Jasa (92); Perizinan (98); Manajemen ASN (82); dan Pengelolaan BMD (86),” jelas Dian, Rabu, 9 Oktober 2024.
Hal ini, lanjut Dian, tentunya masih menjadi tantangan besar bagi Pemprov NTB. Khususnya, di sektor pengawasan internal dan optimalisasi penerimaan pajak daerah. Pengawasan oleh APIP yang hanya mendapat skor 60. Ini mengindikasikan adanya potensi kelemahan dalam sistem pengawasan internal terhadap program dan kebijakan pemerintah.
“Begitu pula dengan Optimalisasi Pajak Daerah, yang dengan skor 71, menunjukkan masih diperlukan ruang untuk perbaikan dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pengelolaan pajak dan tata kelola SDA yang lebih efektif,” terangnya.
Dorong Perbaikan Tata Kelola SDA
Berangkat dari situ, KPK mendorong perbaikan tata kelola SDA di Provinsi NTB untuk mencegah dan menindak potensi korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.
“Kami dari KPK mendorong perbaikan. Kami ingin membantu NTB memiliki tata kelola yang lebih baik, bebas dari korupsi. Namun, di lapangan ditemukan banyak anomali dan pelanggaran yang lebih lanjut dari sekadar pencegahan,” ujar Dian.
Karena itu, KPK menjalankankan fungsi koordinasi dan supervisi untuk bekerja sama dengan Kejaksaan Tinggi NTB sebagai mitra strategis dalam penegakan hukum di wilayah tersebut.
“Tidak hanya soal pencegahan. Bila pelanggaran sudah melampaui upaya pencegahan, kami dorong untuk segera masuk ke ranah penegakan hukum. Bisa melalui pidana umum atau pidana khusus, itu tidak masalah,” ujar Dian.
Bangun Sinergi antar-APH
KPK juga bersinergi dan berkolaborasi dengan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra). Serta, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB. Dalam membangun koordinasi untuk memperkuat langkah penegakan hukum dan perbaikan tata kelola SDA.
“Negara harus hadir di NTB untuk melindungi masyarakat dari dampak kerusakan lingkungan dan memastikan agar kekayaan SDA dikelola dengan baik dan adil,” tutur Dian.
Dian berharap, dengan adanya kolaborasi antarlini ini, pengelolaan SDA di NTB dapat lebih transparan, akuntabel, dan bebas dari perilaku lancung. Sehingga PAD Provinsi NTB bisa lebih optimal untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya.
Di kesempatan yang sama, Kepala Kejati NTB Enen Saribanon, menyambut baik sinergitas dan tindak lanjut dugaan anomali di sektor SDA bersama KPK.
“Kami sepakat dan memiliki tujuan yang sama untuk melakukan penertiban di wilayah hukum NTB. Tujuan akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat dan agar semua potensi kerugian negara akibat tambang liar bisa masuk dalam pendapatan asli daerah Pendapatan,” pungkas Enen. (*)