Bukan Hanya Bupati Sudewo, ini Deretan Kepala Daerah yang Terseret Isu Pemakzulan
Mataram (NTBSatu) – Bupati Pati, Sudewo, lolos dari upaya pemakzulan yang DPRD Pati ajukan pada akhir Oktober 2025. Keputusan mayoritas anggota dewan yang menolak pemberhentian menegaskan kuatnya dinamika politik di tingkat daerah.
Fenomena ini tidak berdiri sendiri, sebab sejumlah kepala daerah lain juga pernah menghadapi isu pemakzulan dengan alasan beragam, mulai dari kebijakan yang menuai kontroversi hingga masalah pribadi yang menyeret nama pejabat publik.
Pemakzulan sendiri merupakan mekanisme pemberhentian kepala daerah sebelum masa jabatannya berakhir. Proses ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur peran DPRD dan Mahkamah Agung (MA) dalam menentukan keputusan akhir.
Meski tujuannya menjaga akuntabilitas pejabat publik, upaya ini sering berujung gagal karena alasan hukum atau minimnya dukungan politik.
Daftar Kepala Daerah yang Pernah Terseret Isu Pemakzulan
Melansir Tribunnews, berikut daftar kepala daerah yang terseret isu pemakzulan:
1. Hefriansyah Noor – Bupati Pematang Siantar
Hefriansyah Noor menghadapi upaya pemakzulan pada 2020 setelah DPRD menilai kebijakannya merugikan keuangan daerah. Sebanyak 22 dari 30 anggota DPRD mendukung pemberhentian dirinya. Namun Mahkamah Agung menolak permohonan tersebut melalui Putusan Nomor 1 P/KHS/2020 pada 16 April 2020.
2. Susanti Dewayani – Wali Kota Pematang Siantar
Kasus serupa juga menimpa penggantinya, Susanti Dewayani. DPRD menilai Susanti melanggar aturan mutasi ASN pada 2022 dan menggelar rapat paripurna pemakzulan pada Maret 2023. Namun, MA kembali menolak permohonan tersebut berdasarkan surat bernomor 1P/UP/2023 pada 8 Juni 2023.
3. Faida – Bupati Jember
Faida menghadapi pemakzulan pada 2020 setelah DPRD menilai kebijakannya menyalahi sistem kepegawaian dan mengubah struktur organisasi tanpa izin pusat. Meski tujuh fraksi DPRD sepakat memberhentikannya, MA menolak permohonan tersebut melalui perkara Nomor 2 P/KHS/2020 pada 8 Desember 2020.
4. Tri Rismaharini – Wali Kota Surabaya
Tri Rismaharini sempat menghadapi desakan pencopotan pada awal masa jabatannya karena menerbitkan Perwali Nomor 56 dan 57 Tahun 2011 tentang kenaikan pajak reklame. Namun, Menteri Dalam Negeri saat itu, Gamawan Fauzi, menilai tidak ada alasan kuat untuk memberhentikannya.
5. Aceng Fikri – Bupati Garut
Berbeda dengan lainnya, Aceng Fikri menjadi satu-satunya kepala daerah yang benar-benar kehilangan jabatan. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan DPRD Garut karena Aceng melanggar Undang-Undang Perkawinan dan Undang-Undang Perlindungan Anak setelah menikah siri dan menceraikan pasangannya empat hari kemudian.
6. Sudewo – Bupati Pati
Kasus pemakzulan terbaru datang dari Bupati Pati, Sudewo. Dalam rapat paripurna pada 31 Oktober 2025, sebanyak 36 dari 49 anggota DPRD menolak usulan pemakzulan terhadapnya. Hanya fraksi PDIP yang mendukung pemberhentian.
Meski sebagian besar upaya pemakzulan berakhir gagal, fenomena ini menunjukkan tingginya tensi politik di tingkat daerah. Hubungan antara eksekutif dan legislatif sering memanas ketika kebijakan kepala daerah dianggap tidak sejalan dengan kepentingan dewan atau masyarakat. (*)



