Ekonomi Bisnis

Harga Emas dan Cabai Naik, Inflasi NTB Oktober 2025 Sentuh 2,96 Persen

Mataram (NTBSatu) – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB mencatat, tingkat inflasi year on year (y-on-y) pada Oktober 2025 sebesar 2,96 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 109,10.

Kepala BPS Provinsi NTB, Wahyudin menyampaikan, angka inflasi tersebut masih berada dalam kategori terkendali, meski terdapat tekanan dari beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga.

“Secara umum inflasi di NTB masih stabil di bawah tiga persen. Namun, kenaikan harga emas perhiasan dan cabai merah menjadi pendorong utama inflasi bulan ini,” ujar Wahyudin dalam Berita Statistik, Senin, 3 November 2025.

Menurut BPS, inflasi tahunan dipicu oleh kenaikan indeks harga pada sejumlah kelompok pengeluaran. Terutama, perawatan pribadi dan jasa lainnya yang naik 16,25 persen, makanan, minuman dan tembakau sebesar 4,37 persen, serta pendidikan sebesar 2,79 persen.

Kenaikan juga terjadi pada kesehatan 2,33 persen, rekreasi, olahraga, dan budaya 1,72 persen. Kemudian, penyediaan makanan dan minuman/restoran 1,52 persen, pakaian dan alas kaki 0,95 persen. Serta, perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga 0,8 persen.

Sementara itu, beberapa kelompok pengeluaran mengalami penurunan, seperti transportasi minus 0,3 persen, informasi, komunikasi dan jasa keuangan minus 0,44 persen. Serta, perlengkapan dan pemeliharaan rutin rumah tangga minus 0,71 persen.

Untuk inflasi month to month (m-to-m) Oktober 2025 tercatat 0,35 persen, sedangkan inflasi year to date (y-to-d) mencapai 1,92 persen.

Kenaikan Emas dan Cabai Jadi Pemicu Utama

Wahyudin menjelaskan, kenaikan harga emas perhiasan menjadi penyumbang terbesar inflasi NTB Oktober 2025. Penyebab kenaikan ini karena pengaruh harga emas dunia yang terus meningkat, sehingga mendorong penyesuaian harga di dalam negeri.

“Harga emas global yang terus menanjak berdampak langsung pada harga emas perhiasan di pasar domestik, termasuk di NTB,” jelasnya.

Selain emas, cabai merah juga turut memicu kenaikan inflasi. Menurut Wahyudin, hal ini karena berkurangnya pasokan di pasaran akibat menurunnya produksi selama musim hujan, serta terbatasnya pasokan dari luar daerah.

“Kondisi cuaca yang memasuki musim hujan menyebabkan produksi cabai merah turun. Pasokan yang menipis membuat harga naik,” ungkapnya.

Faktor lain yang ikut mendorong inflasi adalah kenaikan harga tiket angkutan sungai dan penyeberangan. Hal tersebut setelah berakhirnya masa potongan harga yang berlaku sejak Juli 2025.

Namun, laju inflasi masih tertahan oleh penurunan tarif angkutan udara. Serta, turunnya harga beberapa komoditas seperti daging ayam ras dan pisang, seiring dengan menurunnya permintaan setelah perayaan Maulid Nabi.

“Beberapa harga pangan mengalami penurunan, seperti ayam ras dan pisang, yang turut menahan laju inflasi agar tidak meningkat lebih tinggi,” tambah Wahyudin.

Ia menegaskan, BPS bersama pemerintah daerah akan terus memantau pergerakan harga dan menjaga kestabilan pasokan pangan, terutama menjelang akhir tahun.

“Koordinasi antara pemerintah daerah, BPS, dan Bank Indonesia penting untuk memastikan inflasi tetap terkendali hingga akhir tahun,” tutupnya. (*)

Berita Terkait

Back to top button