Oleh: Sambirang Ahmadi – Anggota DPRD Provinsi NTB
Di kaki Bukit Olat Maras, di sisi selatan Kabupaten Sumbawa, berdiri sebuah kampus yang hijau, sejuk, dan hidup: Universitas Teknologi Sumbawa (UTS). Kampus ini bukan hanya tempat mahasiswa menuntut ilmu dan berinovasi, tetapi juga sebuah ekosistem hidup yang menyerap karbon dan menyejukkan bumi.
Saya berkesempatan berdialog dengan para dosen, mahasiswa, dan pimpinan kampus UTS dalam kegiatan reses DPRD. Diskusinya hangat dan produktif, menyentuh berbagai tema strategis, mulai dari riset bioteknologi, peternakan, energi terbarukan, hingga konservasi sumber daya alam. Di sela perbincangan, saya terpana melihat betapa rindangnya pepohonan di sekitar kampus yang tumbuh di lereng Olat Maras itu.
Hijaunya dedaunan, tenangnya udara, dan teduhnya lingkungan seolah menjadi simbol masa depan pembangunan NTB yang berkelanjutan.
Kampus sebagai Penyerap Karbon
Kita sering mendengar istilah carbon offset, net zero emission, atau ekonomi hijau dalam pidato kebijakan global. Namun jarang sekali kita melihat bagaimana konsep itu tumbuh nyata di tingkat lokal. Padahal, kampus seperti UTS sejatinya sudah menjalankan fungsi itu: menyerap karbon (carbon absorber) melalui tutupan vegetasi dan sistem ekosistemnya.
Dengan areal hijau yang luas, ratusan pohon yang tumbuh alami, serta vegetasi di kaki bukit, UTS berperan sebagai paru-paru hijau bagi Sumbawa.
Ia bukan hanya menghasilkan ilmu, tetapi juga oksigen. Bukan hanya mendidik mahasiswa, tetapi juga “mendidik” lingkungan untuk tetap hidup.
Di tengah isu perubahan iklim global, kampus seperti UTS dan kampus-kampus lainnya yang habitat ekologisnya serupa, seharusnya mendapat perhatian dan insentif dari pemerintah dan sektor swasta.
Perusahaan-perusahaan yang menghasilkan emisi karbon, baik dari energi, transportasi, maupun industri dapat menjadikan kampus hijau seperti UTS sebagai mitra dalam program carbon offset atau CSR hijau. Dengan cara itu, kolaborasi antara pengetahuan dan tanggung jawab lingkungan bisa benar-benar terwujud.
Model Ekonomi Hijau untuk NTB
Saya percaya, masa depan NTB akan ditentukan oleh bagaimana kita menata keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Kita tidak bisa terus membangun dengan logika lama: menebang untuk bertumbuh, menambang untuk maju. Kita harus beralih ke paradigma baru: ekonomi hijau (green economy) yang memadukan kesejahteraan manusia dengan kelestarian alam.
UTS dapat menjadi salah satu laboratorium ekonomi hijau di NTB: melalui riset energi terbarukan dan konservasi, inovasi peternakan ramah lingkungan dan pertanian organik, dan melalui upaya menjaga hutan serta ruang hijau kampus sebagai penyerap karbon.
Di sinilah pemerintah daerah perlu hadir, bukan hanya dengan dukungan moral, tetapi juga dengan kebijakan insentif. Misalnya, Skema Kampus Hijau NTB bagi perguruan tinggi yang berkontribusi pada penyerapan karbon, kemitraan Kampus–Industri untuk pengembangan proyek carbon credit dan carbon farming, serta integrasi data lingkungan kampus dalam sistem perencanaan daerah berbasis ekonomi hijau.
Olat Maras: Inspirasi dari Lereng Sumbawa
Kampus di Olat Maras mengajarkan satu hal penting: bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya tumbuh di ruang kelas, tetapi juga di bawah naungan pohon-pohon hijau. Kampus ini adalah metafora tentang bagaimana manusia dan alam bisa tumbuh bersama, saling menjaga, saling menumbuhkan.
Saya membayangkan, suatu hari nanti, NTB memiliki jejaring kampus hijau dari Lombok hingga Sumbawa, yang terhubung dalam riset karbon, energi bersih, dan inovasi berkelanjutan. Dan kampus-kampus di daerah seperti UTS, dengan latar pegunungan Olat Maras yang megah, serta kampus lain yang serupa bisa menjadi pionirnya.
Kampus jangan hanya meneliti untuk kepentingan publikasi jurnal. Kampus harus hilirisasi riset dan inovasi ke kebijakan daerah yang pada akhirnya berguna bagi masyarakat dan dunia usaha. Kampus juga harus ramah dan bersenyawa dengan lingkungan. UTS telah menunjukkan dirinya sebagai “kampus karbon” dimana ilmu pengetahuan bisa tumbuh bersamaan dengan pepohonan. (*)



