Dokumen Belum Lengkap, Pemprov NTB Tahan IPR untuk 15 Koperasi

Mataram (NTBSatu) – Sebanyak 15 koperasi yang akan mengelola pertambangan rakyat di NTB belum mendapatkan izin operasional (IPR) dari Pemprov NTB. Alasannya, dokumen persyaratan belum lengkap.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTB, Samsudin mengatakan, dari 60 blok Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di NTB, sebanyak 16 WPR mendapat persetujuan Kementerian ESDM untuk dikelola.
Adapun 16 WPR ini, lanjut Samaudin, akan dikelola oleh koperasi dan baru satu koperasi yang mendapat Izin Pertambangan Rakyat (IPR), yaitu Koperasi Selonong Bukit Lestari, Kabupaten Sumbawa. Sisanya, masih dalam proses.
“Dokumen dari persyaratan yang diminta oleh regulasi belum terpenuhi. Progresnya sekarang sudah ada 12 koperasi mengajukan dokumen persyaratan. Tetapi masih belum sesuai, karena informasinya dia butuh yang namanya SK titik koordinat IPR,” jelas Samsudin, Jumat, 10 Oktober 2025.
Dalam menerbitkan IPR, ujar Samsudin, tidak bisa terburu-buru. Perlu memperhatikan persyaratannya secara komprehensif. Apalagi ini merupakan barang baru di NTB.
“Memang ini barang baru. Perlu sosialisasi, perlu pemberian informasi yang lebih detail, karena NTB sebagai salah satu lokasi pilot project (proyek percontohan, red) untuk IPR di Indonesia,” ujarnya.
Kendala Penerbitan IPR di NTB
Ia mengaku, Pemprov NTB menginginkan percepatan penerbitan IPR ini. Namun, kenyataannya di lapangan banyak kendala. Pun, jika menginginkan percepatan, semua persyaratan harus terpenuhi.
“Semua menginginkan percepatan, cuman masih ada kendala di Kehutanan, DPMPTSP, terus di ESDM sendiri juga. Karena pengajuan dokumen ini berbasis aplikasi, dan itu juga tidak mudah,” jelasnya.
Pemprov NTB, lanjut Samsudin, belum bisa memastikan kapan IPR ini akan terbit. Namun, pihaknya tetap terus mengupayakannya. “Karena kalau kita paksakan nanti ada yang tertinggal syaratnya, itu yang kita optimalkan jangan sampai ada yang tertinggal, karena berisiko,” ungkapnya.
Sementara persyaratan lain yang harus dipenuhi Pemprov NTB, seperti Peraturan Daerah (Perda) tentang Reklamasi Pasca-Tambang dan Perda tentang Retribusi, juga masih berproses. Drafnya sudah masuk ke DPRD NTB untuk dibahas.
“Kalau Perda yang kami susun di 2025 ini, pertama mungkin revisi Perda tentang pajak dan retribusi daerah. Kami sudah berproses dengan teman-teman Bappenda,” ujarnya. (*)