Polisi Teliti 12 Dokumen Dugaan Gratifikasi di Pemprov NTB
Mataram (NTBSatu) – Polisi terus mendalami 12 dokumen, dugaan penyalahgunaan wewenang dan dugaan gratifikasi di lingkup Pemprov NTB.
“Penelitian 12 dokumen atau surat,” terang Dir Reskrimsus Polda NTB, Kombes Pol FX. Endriadi kepada NTBSatu pada Jumat, 10 Oktober 2025.
Kasus ini masih berjalan di tahap penyelidikan. Selain memeriksa dokumen-dokumen, pihak Dit Reskrimsus Polda NTB juga mengundang dan memintai klarifikasi para saksi. Sebagian dari mereka berasal dari kalangan Pejabat Pemprov NTB di bawah kepemimpinan Lalu Muhamad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri.
“Permintaan klarifikasi terhadap 10 orang,” ucapnya.
Koordinasi dengan Kejati NTB
Sebelumnya kepolisian juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Tingi (Kejati) NTB. Menyusul laporan dan dokumen serupa juga masuk dan sedang ditangani oleh pihak Adhyaksa.
“Karena diduga kasus yang serupa juga dilakukan penangan di rekan-rekan penyidik Kejaksaan,” ucap Endriadi.
Pemeriksaan pelapor ini setelah penyelidik Dit Reskrimsus Polda NTB membentuk tim khusus. Tim itu yang akan meneliti dan mempelajari laporan Najamuddin, Mantan Anggota DPRD Provinsi NTB.
Polisi menangani dugaan dugaan penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi setelah menerima aduan. Hal itu tertuang dalam surat tanda bukti laporan pengaduan nomor: TBLP/307/VII/2025/Dit Reskrimsus Polda NTB.
Najamuddin sebelumnya mengaku telah menyerahkan sejumlah bukti kepada Polda NTB. Ia menilai, Lalu Muhamad Iqbal dan anak buahnya Nursalim berperan terhadap pengambilan uang Pokir 39 orang tersebut.
Ia juga menyoroti Pergub Nomor 2 dan 6 Tahun 2025. Peraturan yang menjadi dasar pemerintah daerah mengeksekusi uang Pokir hingga mencapai puluhan miliar.
Padahal, Pemprov NTB seharusnya melewati PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah. Kemudian, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah.
Dengan begitu, Najamuddin beranggapan langkah pemotongan Pokir tahun 2025 ini sudah memenuhi unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Karena peraturan Pergub tersebut tidak memiliki satu payung hukum di atasnya.
Ia juga menyinggung keterkaitan Nursalim selaku Kepala BPKAD NTB. Posisinya yang mengelola keuangan daerah beririsan dengan persoalan Pokir tersebut.
“Jadi, di eksekutif tidak bicara personal. Beda dengan di legislatif. Gubernur terhubung dengan BPKAD. Antara atasan dan bawahan,” jelasnya.
Semakin kuat dugaan itu lebih-lebih Nursalim sudah memberikan keterangan di hadapan kejaksaan. Dalih pemotongan pokir merupakan penerapan kebijakan efisiensi anggaran sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
Namun Najamuddin merasa ada yang janggal. Sebab menurutnya kebijakan efisiensi anggaran ini tidak menyentuh program pokir. Melainkan hanya anggaran untuk perjalanan dinas, sewa-menyewa, dan kegiatan seremonial lainnya. (*)



