Hukrim

Mantan Sekda NTB Rosiady Bantah Langgar Permendagri Usai Divonis 8 Tahun

Mataram (NTBSatu) – Mantan Sekda NTB Rosiady Husaeni Sayuti tak menyangka akan divonis 8 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek NTB Convention Center (NCC).

“Tentu saya tidak menyangka akan mendapat vonis sebesar itu (8 tahun). Karena saya merasa sudah melaksanakan kewajiban saya, tanggung jawab saya sebagai Sekda,” kata Rosiady usai menjalani sidang putusan di PN Tipikor Mataram pada Jumat, 10 Oktober 2025.

Selain itu, Rosiady juga menyoroti putusan hakim yang mengamini hampir seluruh dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Sementara pembelaannya sebagai terdakwa tidak ada yang majelis hakim terima.

“Tapi nanti yang berhak menilai majelis hakim Pengadilan Tinggi. Apakah penilaian ini benar atau salah,” ucapnya.

Mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi NTB itu juga menanggapi dakwaan jaksa terkait dengan kerugian negara. Menurutnya, hal-hal yang berkaitan dengan NCC 100 persen tidak menggunakan uang negara. Kerugian negara pun ia nilai sebagai potensi.

Apalagi, sambung Rosiady, kerja sama Pemprov NTB dengan PT Lombok Plaza berlangsung hingga tahun 2046. “Jadi masih ada waktu untuk PT Lombok Plaza untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban (membayar retribusi),” ungkapnya.

Sesuai perjanjian kerja sama (PKS) Pemprov NTB dengan PT Lombok Plaza, proses evaluasi dan penagihan retribusi kepada perusahaan jatuh pada bulan Oktober. Rosyadi mengaku tidak lagi menjabat sebagai Sekda NTB pada Mei 2019.

“Sehingga kalau diurutan siapa yang bertanggung jawab melakukan evaluasi, ya Sekda yang menjabat pada tanggal 19 Oktober 2019. Itu tegas majelis hakim mengatakan. Setelah penggati saya yang bertanggung jawab,” bebernya.

Tak hanya itu, Rosyadi juga menanggapi tudingan yang menyebut bahwa tanda tangan PKS seharusnya dilakukan oleh Gubernur NTB, bukan Sekda. Menurutnya, itu bukanlah kesalahan.

Karena jelas-jelas dalam peraturan dalam negeri (Permendagri) mengatakan, ketika aset darah berada di pengguna, maka siapapun boleh melakukan tanda tangan.

“Aset itu nyata nyata di bawah Dinas Kesehatan NTB, bukan di BPKAD. Sehingga boleh Sekda. Di Permendagri itu jelas,” katanya.

Di dalam aturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), setiap kesalahan yang dilakukan Sekda maka pertanggungjawabannya ke Kemendagri. Mendagri tak mengatur konsekuensi pidana.

Sehingga katakanlah jika Rosyadi benar melanggar aturan menteri, maka kebijakan itu tidak berkonsekuensi dengan pidana. Tapi konsekuensinya kepada administrasi.

“Saya ditegur oleh Mendagri atau pejabat lain di Inspektorat. Tapi, sesungguhnya saya tidak melanggar Permendagri tanda tangan di PKS tersebut,” bebernya.

Ia juga menilai, masalah NTB Convention Center ini merupakan persoalan perdata. Karena berdasarkan saksi ahli yang hadir, sebagai besar menilai jika kasus ini bukan pidana.

“Sehingga harus diselesaikan secara perdata,” tegasnya.

Kendati demikian, mantan Sekda NTB era kepemimpinan TGB ini enggan menyebut kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi. Persoalan ini lebih kepada perbedaan persepsi terhadap aturan yang ada.

Menyinggung apakah akan menempuh jalur banding, Rosiady mengaku akan mendiskusikan hal tersebut bersama tim penasihat hukumnya. Kendati demikian, ia menilai proses hukum hingga vonis delapan tahun penjara sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.

“Tapi ini tentu belum selesai. Masih ada upaya hukum. Nnti saya lihat pertimbangan dengan penasihat hukum saya. Kalau banding ya kita banding. Pada waktunya kita akan umumkan,” tutupnya. (*)⁩

Berita Terkait

Back to top button