Hukrim

Pejabat BPN Lobar Tersangka Dugaan Penjualan Lahan Pemda Ajukan Penangguhan Tahanan

Mataram (NTBSatu) – Pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Barat (Lobar) sekaligus tersangka dugaan korupsi penjualan tanah negara di Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi, inisial BMF mengajukan penangguhan tahanan.

“Iya, ada pengajuan dari tersangka (BMF),” kata Kepala Kejari Mataram, Gde Made Pasek Swardhyana pada Selasa, 7 Oktober 2025.

Salah satu dari dua tersangka itu mengajukan keringanan karena memilik anak kecil. Namun, keinginan penangguhan tahanan itu masih dalam tahap pengkajian.

“Belum, belum kami berikan. Kami kaji dulu,” ucap pengganti Ivan Jaka ini.

Dalam kasus ini, penyidik Pidsus Kejari Mataram juga menetapkan Kepala Desa Bagik Polak inisial AAP sebagai tersangka. “Tapi kalau Kades, belum,” ujarnya.

Penetapan Tersangka

Jaksa menetapkan keduanya sebagai tersangka dugaan korupsi penjualan tanah Desa Bagik Polak pada 26 September 2025.

Kasi Intelijen Kejari Mataram, Harun Al Rasyid menjelaskan, tahun 2018 tersangka AAP mengajukan permohonan sertifikat satu bidang tanah seluas 3757 meter persegi. Lokasinya di Subak Karang Bucu, Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi. Tanah itu merupakan aset milik Pemkab Lombok Barat.

Tanah itu sebelumnya merupakan tanah pecatu dari Dusun Karang Sembung melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Dari permohonan itu, terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 02669 atas nama pribadi AAP. Warga setempat yang mengetahui hal itu pun menggelar aksi demonstrasi di Kantor BPN Lobar.

Tersangka AAP kemudian melepaskan haknya hingga SHM 02669 dibatalkan pada 29 September 2019 oleh BPN Lombok Barat.

Melalui rekayasa gugatan perdata di Pengadilan Negeri Mataram, muncul nama pemohon I inisial WB dan kawan-kawan. Mereka mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah tersebut.

Mereka menggugat tersangka AAP dan BPN Lombok Barat atas objek yang telah dibatalkan tersebut.

Dalam persidangan perdata, BMF selaku penerima kuasa khusus dari Kepala BPN Lobar, tidak menghadiri sidang di Pengadilan. Ia juga tidak menugaskan staf penerima kuasa khusus lainnya menghadiri persidangan. Akibatnya, hak untuk memberikan penjelasan atas kemungkinan error in persona dan error in objecto saat di pengadilan.

Memanfaatkan kondisi itu, AAP berdamai dengan IWB. Tersangka kemudian menyerahkan tanah dan SHM No. 02669 kepada penggugat.

“Dengan dasar akte perdamaian dari pengadilan, IWB menjual tanah itu kepada saudara inisial MA,” beber Harun.

Perhitungan Kerugian Negara

Untuk kerugian negara, angkanya sama dengan harga tanah seluas 3757 meter persegi. Perhitungan kerugian negara masih berlangsung di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.

Kepada kedua tersangka, penyidik Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejari Mataram kemudian menahan Kades dan pejabat BPN Lombok Barat tersebut secara terpisah. Keduanya menjalani penahanan selama 20 hari, terhitung sejak tanggal 26 September 2025.

Untuk APP di Lapas Kelas IIA Lombok Barat. Sedangkan BMF di Lapas Perempuan Kelas III Mataram. (*)

Berita Terkait

Back to top button