Lombok Timur

Sembalun Terancam Pengerukan Bukit oleh Investor, Pemdes tak Bisa Berbuat Banyak

Lombok Timur (NTBSatu) – Aktivitas pengerukan bukit di Desa Sembalun Bumbung, Lombok Timur, memicu penolakan keras dari komunitas lingkungan dan masyarakat.

Warga menilai, proyek investor tersebut berisiko besar memicu bencana longsor serta banjir saat musim hujan.

Komunitas Pemerhati Lingkungan Hidup-Sembalun Pencinta Alam (KPLH-Sembapala) bersama Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun (SMPS) menegaskan, pengerukan di area lereng perbukitan dan kawasan dekat hutan telah menyalahi prinsip pelestarian lingkungan.

Mereka menilai, proyek yang mengatasnamakan pariwisata justru mengancam keberlangsungan kawasan agrowisata Sembalun.

Perwakilan SMPS, Yamni mengecam lemahnya peran lembaga adat maupun instansi lingkungan dalam mengawasi aktivitas investor.

Ia menekankan, masyarakat tidak menolak investasi tetapi pembangunan harus tunduk pada aturan serta tidak merusak ekosistem.

“Setiap musim hujan selalu terjadi longsor. Pemerintah harus hadir dan menuntut pertanggungjawaban investor jika lahan pertanian rusak,” tegasnya, Selasa, 23 September 2025.

Ia juga mengingatkan, ancaman bencana serupa yang pernah terjadi pada 2006 dan 2012. Menurutnya, tanpa regulasi yang jelas, masyarakat selalu menjadi pihak yang menanggung dampak.

Hal senada disampaikan Ketua KPLH-Sembapala, Rijalul Fikri. Ia menilai, ketiadaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) membuat advokasi sulit dilakukan karena lahan yang dikeruk berstatus milik pribadi.

“Selama RTRW belum sah, tidak ada dasar hukum untuk menindak alih fungsi lahan,” jelasnya.

IKLAN

Rijalul juga menuding, pemerintah daerah (pemda) cenderung menutup mata terhadap masalah ini. Padahal, persoalan pengerukan sudah lama menimbulkan keresahan.

Ia mendesak, hadirnya regulasi tegas agar hak pribadi pemilik lahan tidak merugikan kepentingan umum.

Tanggapan Pemerintah Desa

Di sisi lain, Kepala Desa Sembalun Bumbung, Suniardi mengaku tidak mengetahui aktivitas pengerukan tersebut.

Ia menegaskan, pemerintah desa tidak memiliki kewenangan untuk melarang karena ketiadaan aturan dari pemerintah daerah.

“Kami justru disalahkan masyarakat, sementara dasar hukum untuk melarang tidak ada. Kami berharap pemda maupun Pemerintah Pusat segera menetapkan regulasi sebagai acuan,” ucapnya.

Kondisi ini membuat masyarakat Sembalun berada dalam ancaman nyata. Tanpa regulasi jelas, pengerukan bukit oleh investor berpotensi menambah daftar bencana ekologis yang membayangi kawasan pegunungan tersebut. (*)

Berita Terkait

Back to top button