Hukrim

Kasus Kematian Mahasiswi Unram di Pantai Nipah, antara Kronologi Polisi dan Fakta Medis

Mataram (NTBSatu) – Misteri kematian mahasiswi Universitas Mataram (Unram) di Pantai Nipah, Lombok Utara, Ni Made Vaniradya Puspa Nitra alias Vira, menyisakan banyak pertanyaan.

Hingga kini, kasus tersebut memunculkan perbedaan antara versi polisi dan temuan medis yang dipersoalkan kuasa hukum tersangka, Radiet Adiansyah.

Versi Polisi

Polisi menyimpulkan Radiet yang merupakan teman dekat korban, marah karena ajakan berhubungan intimnya ditolak. Emosi itu kemudian berujung pada tindakan kekerasan berupa: korban dicekik, ditendang, lalu dibekap dengan pasir hingga meninggal dunia.

Keterangan awal Radiet yang menyebut mereka diserang orang tak dikenal dianggap janggal, karena tidak ada saksi maupun rekaman CCTV yang mendukung. Atas dasar itu, pada Sabtu, 20 September 2025, Polres Lombok Utara resmi menetapkan Radiet sebagai tersangka.

Sebelumnya, jasad Vira ditemukan pada Rabu, 27 Agustus 2025 sekitar pukul 06.30 Wita dalam keadaan telungkup di tepi pantai. Beberapa jam sebelumnya, sekitar pukul 01.30 Wita, Radiet ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri dan babak belur, lalu dibawa ke Puskesmas Nipah.

Fakta Medis yang Dipersoalkan

Namun, tim kuasa hukum Radiet menolak kesimpulan penyidik. Mereka menyebut hasil medis justru menunjukkan adanya empat luka utama pada tubuh Vira, termasuk patah leher dan benturan keras di kepala. Fakta ini dianggap tidak selaras dengan kronologi versi polisi.

“Bagaimana mungkin luka-luka tersebut bisa terjadi hanya dengan dicekik, ditendang, lalu dibekap pasir?. Ada yang tidak nyambung di sini,” ujar ketua tim kuasa hukum Radiet, Imam Zarkasi, Senin, 22 September 2025.

Selain itu, kondisi Radiet sendiri menimbulkan pertanyaan besar. Ia ditemukan dalam keadaan babak belur, meski polisi menyebutnya sebagai pelaku tunggal.

“Kalau Radiet pelaku, lalu siapa yang membuatnya babak belur?. Itu pertanyaan sederhana yang sampai sekarang tidak dijawab,” tegas pengacara keluarga Radiet, Kusnaini.

Tim hukum juga mengkritik metode penyidikan yang dinilai hanya berfokus pada satu skenario, tanpa membuka kemungkinan adanya pelaku lain. Mereka menilai, penyidikan yang obyektif seharusnya membuka semua kemungkinan.

IKLAN

“Penyidikan jangan mengunci diri. Fakta medis harus diuji, jangan sampai masyarakat hanya disuguhi asumsi. Persidangan nanti akan membuktikan siapa sebenarnya pelaku pembunuhan ini,” jelas Imam Zarkasi. (*)

Berita Terkait

Back to top button