Keluarga Radiet Kecewa, Sebut Polisi Tergesa-gesa Tetapkan Tersangka Kasus Kematian Mahasiswi Unram

Sumbawa Besar (NTBSatu) – Keluarga Radiet Adiansyah tersangka kasus kematian mahasiswi Universitas Mataram (Unram), Ni Made Vaniradya Puspa Nitra alias Ira di Pantai Nipah, mengaku kecewa dengan penetapan Polres Lombok Utara.
Kakak kandung Radiet, Hendra Marthayansah mengaku terkejut sekaligus terpukul dengan penetapan adiknya sebagai tersangka.
Sebab menurut keluarga, Radiet juga merupakan korban yang mengalami luka serius hingga sempat menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB.
“Kami masih berusaha melunasi biaya pengobatan adik saya di RSUP. Fokus kami satu, Radiet sembuh dan pelaku sebenarnya ditemukan. Tapi ternyata, perjuangan kami justru berujung penetapan tersangka, bagaimana tidak hancur hati kami,” ungkap Hendra kepada NTBSatu, Minggu, 21 September 2025.
Ia menjelaskan, Radiet awalnya menjalani perawatan di RS Bhayangkara Mataram setelah mendapat rujukan dari fasilitas kesehatan di Lombok Utara.
Hasil rontgen menunjukkan adanya dugaan patah tulang leher, sehingga Radiet harus dipindah ke RSUP NTB untuk penanganan lebih lanjut.
“Di Nipah sudah kelihatan tanda-tanda bahaya. Setelah rontgen di RS Bhayangkara, langsung dirujuk. Artinya, kondisi adik saya saat itu memang tidak ringan,” ujar Hendra.
Ia menambahkan, cepatnya pemulihan Radiet bukan karena lukanya ringan, melainkan karena penanganan medis yang sigap.
“Kalau tidak cepat, mungkin Radiet juga meninggal. Alhamdulillah RSUP bergerak cepat,” tambahnya.
Kekecewaan keluarga bertambah karena tidak mendapat izin menghadiri konferensi pers pengumuman tersangka pada Sabtu, 20 September 2025.
“Kami sudah hadir, tapi tidak boleh masuk. Setelah itu, sepupu Ira langsung kirim pesan ke saya: ‘Ternyata adik anda yang bunuh adik kami.’ Saya syok, padahal komunikasi kami selama ini baik,” kata Hendra.
Menurutnya, pernyataan seperti itu bisa memicu penggiringan opini publik sebelum fakta hukum benar-benar terbuka.
Keluarga Pertanyakan Alasan Kepolisian
Keluarga juga mempertanyakan alat bukti yang menjadi dasar penetapan tersangka, yakni sebatang bambu yang disebut mengandung darah Radiet dan Ira.
“Kalau memang mereka saling pukul, seharusnya sidik jari dua-duanya ada di bambu itu. Tapi penjelasannya tidak utuh disampaikan,” tegasnya.
Selain itu, hingga kini handphone dan dompet Radiet masih belum ditemukan. Keluarga menduga, kejadian ini bisa saja melibatkan unsur kejahatan lain seperti pemalakan atau perampokan.
“Kalau ini murni kekerasan, kenapa barang-barang Radiet hilang?, lenapa itu tidak jadi fokus pencarian juga?,” ucap Hendra.
Ia mengungkapkan, pihak keluarga sengaja tidak memberitahu Radiet soal kematian Ira di awal demi menjaga kondisi mentalnya yang masih lemah usai perawatan. Namun setelah tahu, Radiet mengalami tekanan psikologis berat.
“Kami jaga betul agar dia tidak tahu dulu. Tapi waktu tahu, dia langsung drop (kondisinya),” jelas Hendra.
Keluarga berharap, proses hukum berjalan transparan dan tidak tergesa-gesa hanya karena tekanan opini publik.
Hendra menyinggung, potensi salah tangkap seperti yang terjadi pada kasus-kasus lain di Indonesia.
“Jangan sampai ini seperti kasus Vina Cirebon. Kami tidak ingin ada korban baru dari kesalahan proses hukum,” tegasnya.
Meski berada dalam tekanan, keluarga Radiet menyakan, tidak akan mundur untuk memperjuangkan kebenaran.
“Kami tidak akan berhenti. Kalau Radiet memang bersalah, kami terima. Tapi kalau tidak, jangan jadikan dia korban kedua. Keadilan harus ditegakkan untuk Ira maupun Radiet,” tambah Hendra.
Penetapan Tersangka
Sebelumnya, Kapolres Lombok Utara, AKBP Agus Purwanta mengatakan, penetapan Radiet Adiansyah sebagai tersangka kasus kematian mahasiswi Unram setelah gelara perkara di Dit Reskrimum Polda NTB.
Kepolisian juga sudah melakukan pemeriksaan saksi-saksi sebanyak 36 orang. Termasuk saksi ahli pidana, forensik, kriminolog. Kemudian, melakukan tes poligraf dan psikologi terhadap tersangka.
Setelah melakukan serangkaian penyidikan, Polres Lombok Utara akhirnya menjemput mahasiswa asal Sumbawa itu di sebuah kos-kosan wilayah Kota Mataram.
“Kami langsung melakukan penahanan,” ucapnya saat konferensi pers di Polres Lombok Utara, Sabtu, 20 September 2025.
Polisi menyangkakan pasal pembunuhan dan atau penganiayaan yang mengakibatkan meninggal sebagaimana dalam Pasal 338 KUHP dan atau Pasal 351 ayat (3) KUHP.
“Dengan ancaman hukuman pidana penjara 15 tahun,” katanya. (*)