FITRA Desak Reformasi Fiskal NTB: Belanja Boros, Pajak Tak Maksimal!

Mataram (NTBSatu) – Forum Transparansi Anggaran (FITRA) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyoroti keras kondisi fiskal daerah yang belum sehat.
Direktur FITRA NTB, Ramli Ernanda, menegaskan bahwa tata kelola APBD masih terdapat kebocoran pendapatan, belanja boros, dan lemahnya transparansi.
“Fiskal sehat itu artinya APBD terkelola dengan baik, tidak defisit berlebihan, dan mampu membiayai layanan publik. Tapi di NTB, masalahnya justru ada di pos-pos yang tidak efisien,” tegas Ramli, Jumat, 12 September 2025.
FITRA menganggap potensi pajak kendaraan bermotor barang luar biasa (MBLB) yang selama ini jadi sumber kebocoran.
“Pajak MBLB itu potensinya besar. Tapi selama ini pemungutannya setengah hati. Kalau serius, pendapatan bisa naik signifikan,” katanya.
Tak kalah penting, FITRA mengkritik dominasi belanja pegawai yang terus membengkak hingga melampaui 30 persen APBD. “Pusat sudah beri catatan, tapi NTB seolah tidak belajar. Pertanyaannya, apakah pegawai dan honorer kita terlalu banyak sementara kinerjanya belum efektif?” ujarnya tajam.
Minim Partisipasi Publik
FITRA juga menyoroti proses politik anggaran di DPRD NTB yang terkesan tertutup.
“Setiap pembahasan anggaran tidak pernah melibatkan publik. Kita baru tahu setelah anggaran itu terjadi pengesahan. Jadi bagaimana publik bisa mengawasi kalau sejak awal saja sudah tertutup rapat?” kritik Ramli.
Pemprov seharusnya mengarahkan belanja daerah pada program prioritas yang menyentuh langsung rakyat dan perekonomian.
“Kalau bicara prioritas, seharusnya arahnya ke tiga hal utama yang menjadi prioritas Iqbal-Dinda. Ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, dan pariwisata NTB mendunia,” ujarnya.
FITRA juga mengingatkan soal penyertaan modal Pemprov NTB ke BUMD. Ada penyertaan modal ke PT GNE sebesar Rp8 miliar. Hal tersebut sah-sah saja. Tetapi harus tetap memperhitungkan dan proses kajian yang bijak.
“Jangan asal setor uang. Harus ada kajian bisnis yang jelas supaya tidak jadi beban APBD. Jika tidak memberikan keuntungan dari segi ekonomi sosial lebih baik bubarkan saja,” tegas Ramli.
Meski melontarkan kritik keras, FITRA NTB juga menilai masih ada ruang optimisme dalam tata kelola fiskal daerah. Gubernur Iqbal patut mendapat apresiasi karena mulai menunjukkan keberanian melakukan perbaikan.
“Ini sebenarnya momentum untuk koreksi besar. Kami melihat Gubernur Iqbal sudah berani ambil langkah-langkah awal yang cukup positif, misalnya dengan meningkatkan target pendapatan, melakukan penyisiran belanja, hingga menyiapkan strategi penyertaan modal dan perampingan OPD. Namun, semua itu belum cukup. Tahun 2026 harus ada gebrakan yang lebih radikal,” jelasnya.
Pada sisi lain, Data DJPb NTB menunjukkan, Pemprov merancang APBD 2025 dalam kondisi defisit Rp30,5 miliar dengan target pendapatan Rp26,115 triliun.
Namun, hingga akhir triwulan I 2025 justru tercatat surplus Rp951 miliar, terutama karena masih ada sisa anggaran (SiLPA) tahun-tahun sebelumnya sebesar Rp914,02 miliar.
Ramli mengingatkan, surplus kas jangan membuat pemerintah lengah.
“Defisit bukan dosa asal ditutup pembiayaan sah. Tapi kalau belanja tetap boros, potensi pendapatan dibiarkan bocor, dan publik tidak dilibatkan, itu sama saja bunuh diri fiskal,” pungkasnya. (*)