BPKAD NTB Klaim Penggunaan Anggaran BTT Boleh Selain Bencana

Mataram (NTBSatu) – Sempat menjadi pembahasan, setelah Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB menemukan sejumlah catatan pengelolaan anggaran Pemprov NTB 2025. Terutama, pada pergeseran anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT).
Semula, Pemprov NTB mengalokasikan BTT pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni 2025 sebesar Rp500 miliar. Saat itu, masih kepemimpinan Penjabat (Pj.) Gubernur NTB, Hassanudin.
Kemudian, setelah era kepemimpinan definitif Iqbal-Dinda, anggaran tersebut digeser peruntukannya melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada) ditetapkan pada 28 Mei 2025 lalu.
Pada pergeseran pertama, anggaran BTT digeser sebesar Rp130 miliar. Selanjutnya, pada pergeseran kedua sebesar Rp210 miliar. Sehingga, tersisa anggaran BTT hanya Rp160 miliar.
Sebagai Informasi, anggaran BTT tidak digunakan dalam penanganan banjir yang menghantam Kota Mataram dan sekitarnya pada Minggu, 6 Juli 2025 lalu.
Begitu juga saat banjir bandang di Kecamatan Wera dan Ambalawi Kabupaten Bima, menyebabkan 6 orang meninggal dunia. Jembatan putus, lahan pertanian rusak, ribuan warga mengungsi.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi NTB, Nursalim menilai, pergeseran dan penggunaan anggaran BTT tersebut sudah sesuai ketentuan.
Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Kemudian, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Serta, Peraturan Gubernur NTB Nomor 24 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban dan Pelaporan, serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Tidak Terduga.
Dalam aturan tersebut, kata Nursalim, pergeseran anggaran BTT, tidak hanya saat bencana saja. Begitu juga peruntukannya, bisa digunakan dalam keadaan darurat dan mendesak lainnya.
“Sebagaimana dasar hukumnya, BTT tidak hanya untuk bencana, tetapi bisa digunakan dalam keadaan darurat dan mendesak,” kata Nursalim, kemarin.
Pergeseran Anggaran BTT Pemprov NTB
Sebagaimana Pemprov NTB lakukan, pada pergeseran pertama karena penerapan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran. Lalu, pada pergeseran kedua karena ada pengeluaran wajib belanja pegawai dan percepatan perbaikan infrastruktur jalan.
Secara spesifik, anggaran BTT yang digeser tersebut untuk perbaikan jalan rusak di Lombok Timur, peningkatan pelayanan kesehatan, penekanan inflasi, serta mendukung program ketahanan pangan prioritas gubernur. Juga, untuk penyesuaian belanja pegawai seperti tunjangan atau Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).
“Itu semua termasuk penanganan dalam hal kondisi mendesak,” ujar Nursalim.
Untuk diketahui, porsi belanja pegawai di lingkup Pemprov NTB jauh lebih tinggi daripada belanja barang dan jasa. Belanja pegawai Pemprov NTB mencapai 33 persen.
Nursalim mengatakan, alasan porsi belanja pegawai dalam APBD terlihat lebih besar daripada komponen belanja lainnya, karena komponen belanja pegawai tidak hanya mencakup gaji. Tetapi juga Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) dan jasa pelayanan (jaspel) rumah sakit. Kombinasi inilah yang membuat total belanja pegawai tercatat sekitar 32 persen dari APBD.
Namun, Pemprov memastikan tren tersebut akan terkoreksi pada 2026 mendatang. Hal ini menyusul surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan komponen jaspel rumah sakit dikeluarkan dari pos belanja pegawai.
“Dengan keluarnya jaspel, insyaAllah di tahun 2026 persentase belanja pegawai bisa turun,” ujarnya. (*)