Pemerintahan

Meski Baru Didemo, BTNGR Tetap Lanjutkan Perizinan Glamping dan Pesawat Amfibi di Segara Anak

Mataram (NTBSatu) – Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), tetap memproses izin usaha wisata alam glamping dan seaplane atau pesawat amfibi oleh PT. Solusi Pariwisata Inovatif (SPI) di kawasan Danau Segarau Anak.

Dalam unggahan resmi di akun Instagram @btn_gn_rinjani, BTNGR menyampaikan, permohonan PT. SPI saat ini berada di tahap pemenuhan dokumen UKL-UPL, yang menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup.

BTNGR mengklaim, setiap proses perizinan mengacu pada Peraturan Menteri LHK Nomor 3 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri LHK No. P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019, serta mempertimbangkan kesesuaian zonasi.

“Jika dokumen lingkungan tidak memenuhi standar, maka izin tidak akan diterbitkan dan proses tidak akan dilanjutkan,” tegas pihak BTNGR dalam keterangannya, Kamis, 10 Juli 2025.

IKLAN

Sebelumnya, pada Rabu, 9 Juli 2025, ratusan aktivis lingkungan, mahasiswa, dan warga yang tergabung dalam Aliansi Rinjani Memanggil melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di depan Kantor BTNGR.

Mereka menolak rencana pembangunan glamping dan landasan pesawat amfibi di zona inti Taman Nasional Gunung Rinjani.

Koordinator aksi, Wahyu Habibullah menegaskan, proyek glamping Rinjani telah mencederai prinsip konservasi dan mengabaikan hak masyarakat adat.

IKLAN

“Ini bentuk komersialisasi yang membahayakan ekosistem. Tanpa kajian ilmiah dan partisipasi publik, proyek ini hanya mempercepat kerusakan lingkungan,” ujar Wahyu, Rabu, 9 Juli 2025.

Tuntutan Massa Aksi

Massa menyampaikan enam tuntutan utama, antara lain pembatalan permanen proyek glamping dan seaplane, audit total tata kelola TNGR.

Kemudian, perlindungan Danau Segara Anak sebagai situs spiritual-ekologis, transparansi dana wisata. Lalu, revisi zonasi berbasis kajian ilmiah, dan evaluasi menyeluruh atas semua izin usaha di dalam TNGR.

IKLAN

Demonstrasi ini juga menghadirkan aksi teatrikal bertema krisis lingkungan, sebagai simbol bahaya eksploitasi kawasan konservasi demi kepentingan investasi pariwisata.

Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin mengkritik tajam pengelolaan TNGR. Ia menyebut, pemerintah gagal menempatkan prinsip ekologi dalam kebijakan hutan lindung.

“Negara tampaknya lebih berpihak pada investor ketimbang keberlanjutan lingkungan,” tegas Amri.

Pakar lingkungan, Ahmad Junaidi, Ph.D., juga menyampaikan kekhawatirannya. Ia memperingatkan bahwa kerusakan ekologis di Rinjani dapat menjadi permanen bila proyek ini dibiarkan.

Kasubag TU BTNGR, Teguh Rianto menyatakan, pihaknya siap berdialog dengan semua pihak. “Kami sangat menghargai aspirasi masyarakat. TNGR adalah tanggung jawab bersama, dan kami berkomitmen menjaga keberlanjutan kawasan ini,” ungkapnya.

BTNGR juga menegaskan, memprioritaskan prinsip kehati-hatian demi kelestarian kawasan dan kemanfaatan ekonomi yang adil bagi masyarakat. (*)

Berita Terkait

Back to top button