Kota Mataram

Usai Masalah Pendaki Jatuh, BTNGR Kini Didemo soal Pesawat Amfibi dan Glamping di Segara Anak

Mataram (NTBSatu) – Ratusan aktivis lingkungan, mahasiswa, warga, dan organisasi pecinta alam yang tergabung dalam Aliansi Rinjani Memanggil, Rinjani Bergerak, Koalisi Pecinta Alam, serta Masyarakat Sipil Peduli Rinjani, melakukan aksi demonstrasi besar-besaran pada Rabu, 9 Juli 2025 di depan Kantor Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR).

Mereka menolak keras rencana pembangunan proyek glamping dan landasan pesawat amfibi (seaplane) di Danau Segara Anak, yang termasuk dalam zona inti TNGR.

Aksi yang mulai sejak pukul 09.00 Wita itu menjadi sorotan publik. Menyusul rentetan peristiwa yang menimpa kawasan TNGR, termasuk kecelakaan pendaki asal Brasil baru-baru ini.

Massa aksi menyerukan, agar BTNGR menghentikan eksploitasi kawasan konservasi demi kepentingan pariwisata komersial.

IKLAN

Tuntutan Massa Aksi

Para demonstran membawa enam tuntutan utama. Pertama, batalkan proyek seaglamping dan seaplane secara permanen. Menghentikan investasi pariwisata yang mengancam integritas ekosistem dan kualitas air Danau Segara Anak.

Kemudian, melakukan audit menyeluruh terhadap tata kelola TNGR, termasuk zonasi, keselamatan pengunjung, serta penggunaan dan transparansi anggaran. Mereka mendesak hasil audit dipublikasikan untuk publik.

Perlindungan penuh untuk Danau Segara Anak, yang memiliki nilai spiritual dan ekologis tinggi bagi masyarakat Suku Sasak. Agar tidak menjadi lokasi proyek komersial.

IKLAN

Ungkap semua pendapatan dan alokasi dana TNGR dari sektor wisata secara terbuka, agar masyarakat dapat menilai apakah penggunaan dana tersebut secara benar dan adil.

Revisi zonasi TNGR melalui kajian ilmiah independen dan melibatkan masyarakat lokal, akademisi, serta pegiat lingkungan.

Evaluasi total seluruh izin usaha wisata di TNGR, termasuk warung, pemandu, ojek, dan operator trekking, agar tidak merugikan masyarakat sekitar maupun lingkungan hidup.

IKLAN

Koordinator Aksi, Wahyu Habibullag mengungkapkan, proyek sea glamping Rinjani melanggar prinsip konservasi dan mengabaikan suara masyarakat adat.

“Proyek ini adalah bentuk komersialisasi yang akan menghancurkan ekosistem Gunung Rinjani secara perlahan. Tanpa kajian ilmiah dan keterlibatan publik, pembangunan ini hanya akan mempercepat kerusakan lingkungan,” tegas Wahyu dalam orasinya.

Demonstrasi ini juga menampilkan aksi teatrikal bertema kerusakan alam, sebagai bentuk simbolik dari bahaya eksploitasi pariwisata di kawasan konservasi.

Sebut Negara Lalai Utamakan Prinsip Ekologi

Direktur Eksekutif Walhi NTB, Amri Nuryadin turut menyampaikan kritik pedas terhadap pengelolaan TNGR. Ia menilai negara lalai dalam mengutamakan prinsip ekologi dalam setiap kebijakan di kawasan hutan lindung.

“Negara tampaknya lebih berpihak pada investor daripada menjaga keseimbangan ekosistem. Ini menunjukkan kegagalan manajemen konservasi di TNGR,” tegas Amri.

Hal senada disampaikan oleh pakar lingkungan hidup, Ahmad Junaidi, Ph.D. Ia menyebut, proyek-proyek di kawasan Segara Anak dapat memperparah degradasi ekologis di Rinjani.

“Jika eksploitasi ini dibiarkan, kerusakan ekologis yang terjadi bisa menjadi permanen dan tidak dapat dipulihkan,” ujarnya.

Massa aksi meminta pihak BTNGR segera memberikan tanggapan resmi dalam waktu maksimal 1 x 24 jam. Mereka menyerahkan dokumen tuntutan lengkap kepada pejabat BTNGR, dan berharap ada solusi konkret yang memihak pada pelestarian lingkungan serta perlindungan hak masyarakat adat.

Menanggapi aksi tersebut, Kasubag Tata Usaha BTNGR, Teguh Rianto menyatakan pihaknya siap membuka ruang dialog yang inklusif.

“Kami sangat menghargai aspirasi masyarakat. TNGR adalah tanggung jawab bersama, dan kami berkomitmen menjaga keberlanjutan kawasan ini,” ujarnya. (*)

Berita Terkait

Back to top button