HEADLINE NEWSLingkungan

Walhi NTB dan Masyarakat Gili Adukan Krisis Air Bersih ke Ombudsman

Mataram (NTBSatu) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB bersama Komunitas Meno Lestari dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Lestari Rinjani, mendatangi Kantor Ombudsman RI Perwakilan NTB, Senin, 28 April 2025.

Kedatangan mereka mengadukan persoalan krisis air bersih dan kerusakan di Gili Meno dan Gili Trawangan.

Direktur Eksekutif Walhi NTB, Amri Nuryadin menegaskan, aktivitas penyulingan air laut oleh sejumlah perusahaan swasta telah memperparah pencemaran lingkungan. Bahkan, menyebabkan matinya terumbu karang yang menjadi penopang utama ekosistem laut dan sektor pariwisata kedua gili.

“Krisis air bersih ini bukan hanya soal lingkungan, ini soal hak dasar manusia. Pemerintah seharusnya hadir, bukan malah abai,” tegas Amri.

Pihaknya telah menempuh jalur hukum melalui perdata maupun gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan tersebut melibatkan warga terdampak agar perjuangannya lebih terorganisir.

IKLAN

Amri menyebut, pihaknya mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2023 sebagai dasar untuk mengajukan gugatan konstitutif terhadap dugaan kejahatan lingkungan yang terjadi.

“Air adalah soal hajat hidup orang banyak. Ini bukan semata urusan bisnis,” tambahnya.

Masuk Ranah Maladministrasi

Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Dwi Sudarsono mengingatkan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU) semestinya memberikan perhatian serius terhadap pelayanan publik. Khususnya penyediaan air bersih.

“Permasalahan ini sudah masuk ranah maladministrasi jika dibiarkan berlarut-larut. Kami mendorong masyarakat dan Walhi untuk tidak ragu melaporkan jika ada pihak-pihak. Termasuk investor, yang terindikasi melakukan tindak pidana,” ujar Dwi.

Ia menambahkan, jika aparat penegak hukum tidak menindaklanjuti laporan masyarakat, maka Ombudsman siap menerima aduan dan melakukan tindakan pemeriksaan.

“Kami juga berharap, pemerintah daerah tidak hanya memikirkan solusi jangka menengah. Tapi juga harus menyiapkan langkah jangka panjang untuk menjamin keberlanjutan sumber air bersih di kawasan Gili,” imbuhnya.

Selain itu, Dwi mengingatkan pentingnya kejelasan status kawasan tiga gili yakni Meno, Trawangan, dan Air. Apakah masih sebagai kawasan konservasi atau telah bergeser menjadi zona ekonomi.

“Status kawasan ini penting sebagai pijakan hukum dalam pengelolaan lingkungan dan tata ruang wilayah. Jika status konservasi diabaikan, maka kerusakan lingkungan akan semakin sulit dikendalikan,” ucapnya.

Dwi juga mendorong agar ada perjanjian kerjas ama yang jelas dan berpihak antara investor, masyarakat, dan pemerintah daerah. Tujuannya untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan warga lokal.

Sebagai opsi tambahan, Ombudsman NTB menyarankan agar pemerintah segera melakukan audit lingkungan menyeluruh di kawasan Gili.

Kemudian, membentuk Tim Gabungan Independen untuk mengawasi aktivitas investor. Serta, mempercepat penyusunan peraturan daerah tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gili.

“Kalau tidak ada regulasi yang tegas, maka masalah ini akan terus berulang,” pungkas Dwi. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button