Mataram (NTBSatu) – Perwakilan warga Dusun Gili Meno, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB, mendatangi Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTB, Senin, 14 Oktober 2024.
Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin mengatakan, kedatangannya bersama masyarakat di Kantor Ombudsman untuk melakukan konsultasi. Menyusul hingga saat ini warga Gili Meno tidak terpenuhi layanan air bersih.
“Kami sudah mencoba berdiskusi dengan pihak Ombudsman dan kami ke depannya akan melayangkan laporan secara resmi,” kata Amri.
Amri menjelaskan, fokus laporannya ke depan adalah terkait ketidakmampuan pemerintah daerah (Pemda) dalam memenuhi kebutuhan air bersih warga Gili Meno.
Kemudian, terkait adanya aktivitas perusahaan, yakni PT TCN yang secara resmi sudah dicabut izinnya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, memaksa tetap beroperasi.
“Tentu, kegiatannya ini jelas-jelas merusak ekosistem laut di Trawangan. Bahkan, berencana melebarkan usahanya di Gili Meno,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dusun Gili Meno, Masrun menyebutkan, darurat air di tempatnya sudah memasuki enam bulan atau setengah tahun. Katanya, mengatasi ini pihaknya sudah melakukan berbagai langkah. Termasuk menyampaikan kepada pemda dan Pemprov.
“Namun, hingga sampai saat ini belum ada solusi yang jelas dari pemerintah,” kata Masrun.
Pelayanan publik di Gili Meno, lanjutnya, masih jauh dari kata terpenuhi. Ia meminta pemerintah buka mata untuk melihat kondisi memprihatinkan di tempatnya.
“Jangan pandang kami sebelah mata. Gili Meno ini merupakan salah satu destinasi pariwisata di KLU dan NTB, yang bisa menghasilkan PAD yang cukup besar,” terang Masrun.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di kawasan pariwisata tersebut, masih didistribusikan oleh Pemda Lombok Utara melalui Dinas PUPR setempat. Namun katanya, alternatif tersebut tidak efektif. Di lapangan, masyarakat harus berebutan untuk mendapatkan air tersebut, lantaran stoknya tidak mencukupi.
“Sekarang masih didistribusikan oleh Pemda KLU melalui Dinas PUPR, namun tudak maksimal. Saya melihat langsung warga berebutan air,” bebernya.
Banyak ternak mati
Dampak dari krisis air bersih ini menyebabkan sejumlah ternak milik warga Dusun Gili Meno mati karena dehidrasi.
Informasi warga setempat, ditemukan bahwa 10 ekor sapi mati karena kekurangan air, kemudian 12 kambing milik Haji Nuh mati di satu kandang.
Selain itu, warga terpaksa menjual murah 21 sapi senilai Rp49,6 juta karena mereka tidak mampu lagi menyediakan air yang cukup untuk memelihara ternak.
Kondisi ini menggarisbawahi bahwa krisis air bersih telah berdampak jauh lebih luas daripada sekadar kebutuhan domestik. Tetapi juga mengancam ketahanan pangan dan sumber penghidupan masyarakat.
“Kematian ternak secara signifikan akan menurunkan pendapatan peternak, yang pada akhirnya memengaruhi stabilitas ekonomi lokal,” pungkasnya. (*)