
Aliran fee Dana Alokasi Khusus (DAK) Dikbud NTB jadi bola liar. Menggelinding dan memantul ke petinggi daerah yang gagal ikut kontestasi Pilgub NTB 2024. DAK jadi sumber keributan yang belum berujung akibat pergantian pemain saat peluit baru dibunyikan. Penelusuran tim Lipsus DAK Jilid III menemukan indikasi, kegaduhan juga dipicu manager tim yang ikut menggocek fee DAK. Setelah becek, lapangan ditinggal.
—————————————
Nada suara Ni Kadek Sri Dewi Danayanti awalnya masih landai. Wanita pengusaha Ikan Koi ini meyakinkan lawan bicaranya di ujung telepon. Ia menagih proyek sekolah sesuai perjanjian lisan dengan Lalu Sucandra, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dikbud NTB agar segera diserahkan.
Proyek itu, disebut sebut sebagai kompensasi atas “jasanya” mencarikan uang untuk kepentingan kontestasi seorang pejabat untuk Pilkada NTB 2024.
Pembicaraan itu berlangsung sekitar Agustus 2024 lalu antara Ni Kadek Sri Dewi Danayanti dengan H. Lalu Syafi’i.
“Mbak Wik, tolong carikan saya uang cepat, saya tidak mau tahu, terserah di mana saja, ini buat Miq Gite. Ini perintah dari Lalu Gita Ariadi, kan begitu bahasa side ngomong sama saya,” kata Ni Kadek Sri Dewi Danayanti mengutip kalimat Lalu Syafi’i.
“Ini kerjaannya jatahnya Miq Gite sekolah ini. Nanti side diprioritaskan. Bang Yan juga ngomong begitu. Kalian bertiga ngomong seperti itu ke saya,” ulas Dewi.
Dua kalimat dilontarkan Dewi dalam percakapan yang berlangsung Agustus 2024 lalu itu, adalah kutipan pembicaraan pada sebuah pertemuan sebelumnya dengan Lalu Gita Ariadi dan Lalu Syafi’i serta beberapa tim lainnya.
Ia ingin mengulik ingatan Lalu Syafi’i soal komitmen proyek DAK Sekolah dalam pembicaraan tersebut. Bahwa pernah ada kesepakatan Dewi mendapatkan paket pekerjaan DAK setelah berhasil mencari pembeli Sementara Lalu Syafi’i lawan bicaranya sesekali memberi tanggapan.
Nada bicara Dewi Wiliam meninggi karena merasa kesabarannya mulai berkurang setelah janji paket proyek DAK tak kunjung ia dapatkan.
“Nah sekarang, saya tidak mau tahu Miq, pekerjaan itu harus saya dapat!,” tegas Dewi kepada Lalu Syafi’i.
“Harus Wik,” jawab Lalu Syafii menunjukkan empati.
Mantan Kadis Dikbud NTB dan Kadis Dikbud Kota Mataram ini berusaha meyakinkan. Proyek itu hanya soal waktu. Belum bisa direalisasikan karena beberapa kendala teknis. Material kontrak mayor sudah lengkap, namun terkendala pada kontrak minor.
Sembilan item kontrak mayor semua materialnya sudah tiba di masing masing sekolah objek proyek DAK. Terdiri dari keramik, baja ringan, semen.
“Tinggal kontrak minor. Kontrak minor adalah ongkos tukang dan bahan bahan bangunan di luar kontrak mayor itu,” timpal pensiunan Asisten III Setda Provinsi NTB ini.

Kepada NTBSatu Dewi menghubungi kembali Lalu Syafi’i melalui sambungan telepon. Ia mengaku, kontak itu untuk memastikan ucapan Syafi’i tidak ingkar janji memberikannya proyek.
“Pulang pertemuan (H-3 pencalonan Pilkada NTB), aku (telepon), untuk memastikan perjanjian akan memberikan saya proyek saat bertemu di bandara,” akunya, Jumat 24 Januari 2025.
Hanya saja, sejak obrolan itu, Ni Kadek Sri Dewi Danayanti alias Dewi Wiliam tak kunjung menerima pengembalian uang. Somasi sudah dua kali dilayangkan ke Lalu Sucandra, tapi tak kunjung digubris. Penantian panjangnya berubah jadi emosi berujung laporan ke Kejati NTB.
Dewi melaporkan PPK ke Kejaksaan Tinggi NTB terkait dugaan penggelapan dan penipuan dalam jabatan. Laporan Rabu, 8 Januari 2025 lalu.
Kepada wartawan saat melaporkan PPK, Dewi membongkar riwayat komunikasinya. Dewi diminta mencarikan uang sebesar Rp500 juta untuk kebutuhan membeli partai politik. Namun hanya dapat menyanggupi Rp100 juta.
Ia mengaku mengirimkan uang itu ke rekening PT. TT Konsultan melalui rekening Bank Mandiri 16100127xxxxx.
Belum terkonfirmasi terkait peran apa yang diambil Lalu Syafi’i dalam pengelolaan proyek DAK Dikbud 2024. Upaya konfirmasi melalui ponsel Jumat 31 Januari 2025, terkait pecakapannya dengan Ni Kadek Sri Dewi Danayanti, tak digubris. Kontak wartawan NTBSatu diduga diblokir.
Upaya konfirmasi langsung ke kediamannya Kelurahan Monjok Perluasan Sabtu 1 Februari 2025, juga tak membuahkan hasil. Rumah tersebut sepi.
Lalu Syafi’i bukan orang baru di pusaran dana DAK. Ia pernah beberapa kali dipanggil Kejaksaan Tinggi NTB dalam kasus DAK ketika menjabat Kadis Dikbud NTB.

Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Gita Ariadi memilih tak berkomentar saat namanya diseret Dewi dalam kasus DAK Dikbud NTB. Termasuk terkait kepentingan membeli partai politik.
“E.. kasus-kasus aja. Banyaknya kasus ini,” ujarnya singkat saat ditanya NTBSatu di Gedung Graha Bhakti Praja Pemprov NTB, Kamis, 9 Januari 2025. Termasuk ketika dikaitkan dengan biaya politik Pilkada 2024, Gita juga enggan berkomentar.
Mengenakan baju berwarna merah muda bercorak, ia berjalan meninggalkan wartawan tanpa memberikan tanggapan. Begitu juga saat ditanya soal namanya disebut sebut dalam percakapan Dewi dengan Lalu Syafi’i. “Saya no comment,” jawabnya singkat.
Situasi tak jauh berbeda dengan upaya konfirmasi Lalu Sucandra. Ibarat mencari jarum dalam jerami. Beberapa kali diupayakan ke kantornya, NTBSatu selalu gagal.
Dihubungi melalui kontak WhatsApp yang sebelumnya aktif, tak kunjung mendapat balasan. Menurut internal Dikbud NTB, Candra masuk daftar orang yang paling dicari dari berbagai kalangan. Mereka pun kesulitan menghubungi.
“Kami telepon tidak diangkat, WhatsApp centang satu, dan kami tidak tahu posisinya di mana,” jelas Plt Kabid SMA Supriadi, Senin 20 Januari 2025.
Polemik Warisan DAK
Proyek DAK pada Dikbud NTB tak lekang dari keributan, setidaknya dua tahun terakhir. Praktik fee proyek terjadi sejak DAK Tahun 2023 lalu dan kasusnya sempat masuk ke Kejati NTB. Dugaan alirannya ke LSM, kontraktor dan tokoh partai dibuktikan dengan bukti transfer yang pernah sampai ke Redaksi NTBSatu.
Proyek DAK ibarat permainan sepak bola. Meski ganti keseblasan, namun keributan antar pemain melibatkan supporter terulang. Ada kesulitan mengatur pemain yang jauh lebih banyak dari tahun 2023, berkompetisi merebut proyek DAK dengan pagu Rp199 Miliar. Masing-masing kontraktor mendapat alokasi antara Rp800 juta – Rp1,5 Miliar per sekolah.
Permainan menjadi kacau karena pejabat tinggi Pemprov NTB yang seharusnya cukup jadi manager klub, nimbrung ke lapangan dan ikut menggocek fee dana DAK untuk kepentingan politik pribadi.
Pengaturan kontraktor pelaksana yang cenderung amburadul dan diduga sarat orientasi uang pelicin, memicu kompetisi tak tertib. Lapangan “permainan” pun menjadi “becek”.
Beberapa titik proyek, terjadi saling jegal antar kontraktor akibat pergantian “pemain” di tengah pertandingan. Kontraktor SMA 1 Donggo pernah diusir paksa kontraktor yang mengklaim menerima Surat Perintah Kerja (SPK) lebih dahulu.
Kasus lain, dua proyek di Sumbawa dan Bima tiba-tiba terbit dua SPK dalam waktu berdekatan.

Tergambar dampaknya secara fisik dan progres pekerjaan di lapangan. Salah satunya pekerjaan SMA 1 Woha Kabupaten Bima. Proyek ini berupa pembangunan dua ruang kelas baru, tercatat dua kali ganti “pemain” saat pekerjaan tengah berlangsung.
Penelusuran NTBSatu ke lokasi, Minggu 9 Februari 2025, proyek ini belum rampung. Proyek tahun 2024 yang berlanjut tahun 2025 ini, masih berupa pengerjaan atap dan plester dinding. Namun, jika melihat progres pekerjaan, hanya tinggal proses finishing. Para tukang masih sibuk menyelesaikan dinding dan lantai.
Proyek SMA 1 Woha masih lebih baik dari SMA 2 Bolo Kabupaten Bima. Secara fisik, proyek ini masih berupa tiang beton dan susunan bata dinding yang belum rampung.
Molornya proyek ruang kelas baru ini pemicunya sama. Pergantian “pemain”. Akibat kisruh penghentian pekerjaan di tengah jalan, dua kali proyek ini berganti kontraktor pelaksana.
Proyek kali ini dilakukan take over oleh CV. Gibran Bima Pratama dari kontraktor sebelumnya. Ditandai keluarnya surat kuasa dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Lalu Sucandra Wibawa, ST tanggal 2 Desember 2025. Proyek berlanjut di tangan Bambang, selaku Direktur CV Gibran Bima Pratama.
Sejak resmi menerima serah terima proyek tiga hari lalu, Bambang langsung kebut pekerjaan. Ia mulai mengerahkan tukang Sabtu 8 Februari lalu untuk mengejar penyelesaian pekerjaan yang ditinggal kontraktor sebelumnya, nilai total Rp1,5 miliar.
“Dalam beberapa hari, saya pastikan pihak Dikbud akan terima kunci,” janji Bambang menjawab NTBSatu, Senin 10 Januari 2025.
Kondisi pembangunan ruang kelas baru di SMAN 7 Mataram yang jaraknya sekitar 30 menit dari Inspektorat Provinsi NTB, juga jauh dari kata rampung.
Pembangunan 6 kelas bertingkat dari total 10 kelas. Bahkan progres proyek yang didanai dengan DAK tersebut ditaksir masih di bawah 50 persen saat pantauan Sabtu, 1 Februari 2025.
Di sekitar bangunan, masih banyak material berserakan, termasuk bahan bangunan dan beton-beton sisa runtuhan bangunan awal.
Pembangunan sebagian ruangan pun masih berpacu pada pembangunan dasar, seperti pembuatan dinding ruangan.
Pegawai Tata Usaha (TU) SMAN 7 Mataram, Arjun mengatakan. “Lancar aja kalau pembangunan. Setiap hari kerja,” ucapnya.
Namun, ia mengaku tidak mengetahui seluk beluk renovasi maupun pembangunan ruangan baru tersebut. Termasuk nilai pembangunannya.
“Tidak tau saya (nilai). Sekolah tidak dilibatkan, hanya dinas dan kontraktor saja (terlibat),” tutur Arjun.

Sementara itu, Inspektorat Provinsi NTB tengah sibuk menyusun laporan pemantauan lapangan. Instansi ini mengakui, sebagian proyek sudah finish, tapi sebagian belum juga rampung.
“Pengawasan melekat pada proyek ini terus kami lakukan,” jawab Plt Inspektur Inspektorat NTB, Wirawan Ahmad. Sayangnya, Asisten III Setda NTB ini enggan membeberkan data progres hasil monitoring lapangan.
Fee Sebelum Proyek
Proyek ratusan sekolah bersumber dari DAK tidak akan sengkarut jika prosesnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25 Tahun 2025.
Penyaluran DAK dilakukan secara bertahap melalui mekanisme transfer dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN), ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), yaitu pada BPKAD.
Kemudian BPKAD memberikan transfer ke OPD terkait, dalam hal ini Dikbud NTB. Karena menggunakan sistem swakelola I, anggaran tersebut kemudian di-transfer ke pihak rekanan.

Tapi jauh panggang dari api. Praktik di NTB seperti bagi-bagi jatah ‘kue’. Tapi syarat mendapatkan kue itu, rekanan harus menyetor pelicin antara 10 persen, 12 persen dan 15 persen dari nilai pagu proyek. Contoh kontraktor B, untuk mendapat paket senilai Rp1,5 miliar, ia setor Rp390 juta melalui oknum PPK.
Praktik ini rupanya massif. Selain di Bima, Dompu, Lombok Timur dan Lombok Barat, bukti baru muncul di Kabupaten Sumbawa Barat.
Sebuah foto menunjukkan salah seorang PPK pada di Dikbud sedang menerima setoran dari rekanan sebesar Rp120 juta untuk paket proyek SMA 1 Sekongkang, Sumbawa Barat. Keterangan dalam kwitansi “titip dana material SMA 1 Sekongkang”.
Seorang sumber yang mengetahui langsung serah terima uang, memastikan dana tersebut diduga bagian dari fee sebagai syarat mendapatkan pekerjaan di SMA dimaksud. “Serah terimanya memang manual, tapi uangnya ditransfer lagi ke PT TT,” ujar sumber.
Tak semua masuk ke rekening. Rp100 juta transfer ke PT TT, sisanya Rp20 juta dipakai untuk tiket mobilisasi lobi partai salah satu pejabat tinggi di Pemprov NTB yang akan maju Pilgub NTB.
Modus Operandi Fee DAK
Dugaan skandal DAK 2024 Dinas Dikbud NTB jadi topik di warung dan kedai kopi di sejumlah titik di Mataram. Saking serunya, sekelompok orang yang berasal dari berabagai latar belakang secara khusus bertemu membahas dan membedah sengkarut DAK dengan berbagai motif. Ada yang sekedar tukar informasi, ada juga yang berniat mengadukaan itu sebagai kasus ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Pertemuan mereka kadang diawali dengan candaan satire di grup WhatsApp. “Dimana Titik Kumpul malam ini?,” kata seorang pentolan LSM di WAG Pojok NTB.
Joke Titik Kumpul mengacu pada sebuah lembaga konsultan yang disinyalir jadi rekening penampung fee DAK.
Lantas, apa hubungan PT. TT dengan pejabat tinggi di Pemprov yang punya hasrat maju ke Pilgub NTB?

Penelusuran tim Lipsus NTBSatu, rekonstruksi penggalan peristiwa itu didapat dari Ni Kadek Sri Dewi Danayanti, seorang pengusaha Ikan Koi di Gunung Sari, Lombok Barat.
Dewi William – sapaannya – pernah menggelar pertemuan terbatas dengan HLS, YM, AA, di Bandara Internasional Lombok (BIL), tiga hari sebelum pendaftaran pencalonan Pilkada NTB, tepatnya 21 Agustus 2024 lalu.
Pertemuan tersebut membahas terkait kendaraan politik pejabat tinggi di Pemprov NTB inisial LGA untuk maju di Pilkada 2024.
Di hari yang sama, Dewi dimintai YS dan rekan-rekannya yang lain, mencari uang Rp500 juta untuk kebutuhan membeli partai dengan iming-iming diberikan proyek dari DAK Dinas Dikbud NTB. Dewi tidak menyanggupinya, ia hanya mampu memberikan Rp300 juta. Pemberiannya bertahap. Pertama Rp200 juta. Menyusul hari berikutnya sebesar Rp100 juta.
Sepulangnya dari pertemuan di bandara, Dewi menelpon H.LS memastikan proyek tersebut. Dalam komunikasinya, H.LS memastikan bahwa Dewi akan mengerjakan proyek dari DAK Dikbud NTB berdasarkan instruksi dari LSW sebagai PPK.
Dewi yang dikonfirmasi tak mengelak adanya kabar tersebut. “Iya, memang ada mereka (YS dan LSW) meminta saya mencarikan uang untuk membeli partai,” katanya kepada NTBSatu di salah satu coffee shop wilayah Mataram.
Dewi mengaku, PPK diminta kolaborasi dengan Dewi dan para tim lainnya ditarget mencari “pembeli” proyek DAK.
Salah satu kolega LGA menguatkan informasi Dewi. Target yang harus terkumpul dari fee dari “pembeli” proyek DAK adalah 10, 12 dan 15 persen masing masing kontraktor.
“Jadi, uang-uang dari fee proyek masuk ke PT TT (disebutkan lengkap, red),” ujar sumber kepada NTBSatu di salah satu perumahan wilayah Kota Mataram.
Jika terkumpul, ia berasumsi jumlah setoran masuk mencapai Rp18 Miliar, jika dirata ratakan fee 10 persen dari pagu DAK Rp180 Miliar yang terealisasi.
Sumber menyebut, salah seorang kontraktor kepercayaan LGA inisial AA, kerap mentransfer uang fee proyek ke PT TT. Ia mengirim uang ke rekening perusahaan dan beberapa rekening lainnya bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) Dikbud NTB inisial LSW.
“Selain ke PT TT, kontraktor itu juga mengirim uang kebutuhan tim ke beberapa rekening lain,” ujarnya.
Apa itu lembaga PT. TT?
Perusahaan konsultan ini didirikan Tanggal 21 September 2023 berdasarkan SK Pengesahan Kemenkum HAM Nomor AHU-0071xxx AH xx.xx. Pendirian perusahaan tepat dua hari setelah Mendagri Tito Karnavian melantik H. Lalu Gita Ariadi sebagai Penjabat (Pj.) Gubernur NTB tanggal 19 September 2023.
Perusahaan ini memegang peranan penting dalam lalu lintas kebutuhan logistik dan lobi partai untuk LGA sebagai Calon Gubernur NTB.
Menurut salah seorang tim sukses yang juga pengurus partai pendukung LGA, kebutuhan logistik seperti mobilisasi tim dan pengadaan alat peraga masuk melalui perusahaan tersebut.
NTBSatu setidaknya mendapatkan 8 bukti transfer keluar masuknya dana dari dan ke PT TT untuk dana penyokong LGA.
Rekening yang digunakan, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BCA dan Bank BNI. Nominal yang masuk antara Rp50 juta, Rp80 juta hingga Rp100 juta. Sementara angka yang keluar, Rp10 juta dan terbanyak Rp80 juta berdasarkan bukti tersebut.

Namun angka ini hanya sedikit dari total akumulasi anggaran lebih dari Rp6 miliar yang masuk ke rekening pengepul untuk sokongan biaya hasrat politik LGA.
Dua di antara bukti transfer Rp200 juta untuk pelicin mendapatkan proyek DAK SMA di Pulau Sumbawa.
Kabar tak harmonisnya internal PT TT mencuat. Sebagian komisaris mengaku tak tahu persis penggunaan rekening untuk kepentingan menampung fee DAK, apalagi terpakai untuk mobilitas politik.
Direktur Utama PT TT Abdul Rajab. Tak merespons konfirmasi NTBSatu hingga berita ini termuat.
Namun sumber internal PT TT menginformasikan, rekening tersebut diklaim hanya menampung lalulintas masuknya pelicin proyek DAK dan keluar untuk kebutuhan Pilkada. “Uang itu hanya numpang lewat,” kata sumber, Kamis 30 Januari 2025.
Sumber juga menyebut, pernah dilakukan pencairan Rp2 Miliar untuk membeli tiket partai jelang akhir pendaftaran. Namun transaksi gagal karena dinakima internal tim. Namun uangnya tak kembali ke rekening PT TT. “Uangnya ndak balik lagi ke rekening semula,” ujar sumber.
Total 9 Rekening Penampung
Rupanya, PT TT bukan satu satunya rekening yang dimanfaatkan sebagai penampung dana fee proyek DAK. Setidaknya ada sejumlah rekening lainnya untuk menyebarkan pemasukan dari para kontraktor. Totalnya 9 akun. Rinciannya, dua rekening PT TT, satu rekening atasnama pribadi pengurus PT TT, satu rekening tim sukses. Lima rekening lainnya milik pegawai pemerintahan, AAJ, Mul dan AM di Dikbud NTB.
“Selain ke PT TT, kontraktor itu juga mengirim uang kebutuhan tim LGA ke beberapa rekening lain. Total ada 9 rekening,” sebutnya.
Tiga di antara rekening itu milik ASN aktif yang diduga menerima aliran dana penampung sementara dari sumber yang sama, pelicin proyek DAK 2024.

Di antaranya, rekening Bank BCA 056215xxx milik pegawai Dikbud NTB inisial AAJ, Rekening Bank BCA 056229xxxx milik Pegawai Dikbud NTB inisial Mul, dan ketiga Rekening BCA 202042xxxx milik inisial yang berdasarkan informasi berstatus pegawai Dinas Kesehatan Lombok Utara.
Dari tiga rekening ini, NTBSatu berhasil mengidentifikasi AAJ dan Mul di Dikbud NTB melalui keterangan Mantan Plh Kepala Bidang SMA, Lalu Sirojudin. “Memang ada nama itu. Tapi aktivitas yang berkaitan dengan rekening, kami tidak tahu,” ujarnya.
Bikin Panas Duit DAK
Guna memastikan penggunaan ini untuk kepentingan politik LGA, NTBSatu memperoleh satu bukti transfer untuk salah seorang anggota tim sukses inisial LA senilai Rp10 juta. Menurut sumber, itu hanya satu dari sekian banyak transaksi penerimaan. Termasuk Rp20 Juta dari rekanan di KSB.
LA diketahui salah satu tim sukses yang terdepan saat lobi lobi partai di Jakarta. Dalam sebuah foto yang diterima NTBSatu, LA bersama HLS dan tim lainnya terlibat dalam lobi partai di sebuah hotel di kawasan Cikini, Jakarta dengan salah seorang pengurus partai yang sedang didekati.
Sumber dari internal PT TT juga membenarkan, punya bukti foto terkait pertemuan pertemuan yang melibatkan LGA untuk membahas persiapan maju Pilkada NTB. Setiap saat akan keluar sebagai bukti jika diperlukan.
Rantai proses pengumpulan duit panas DAK, salah satu yang paling berperan adalah AA, salah satu kontraktor penghubung dengan kontraktor lainnya.
AA beroperasi mengumpulkan sejumlah uang untuk kepentingan politik LGA. Ia mendapat instruksi langsung dari LGA untuk mencari kontraktor yang mau “membeli” paket proyek DAK 2024.
Bahkan ia sampai mengeluarkan uangnya sendiri untuk menambal kebutuhan tim.
Pengorbanannya itu semata agar mendapat jatah proyek DAK Tahun 2024.
“Saya juga sudah menyerahkan uang ratusan juta karena dijanjikan sejumlah proyek. Tapi proyek nggak dapat, uang saya juga belum kembali,” ucap AA dengan nada kecewa saat diwawancarai NTBSatu.
Ia beberapa kali terlibat pertemuan terbatas di rumah dinas LGA untuk membahas anggaran politik hasil mengepul dari dana DAK dan melobi sejumlah partai. “Ada semua tim LGA,” sebutnya.
Tapi ia kecewa. Dalam persoalan DAK ini, LGA terkesan “mencuci” tangan. Pasalnya seluruh kebutuhannya LGA untuk tampil pada Pilkada lalu, ia ikut beperan aktif.
Sebagai orang yang merasa dirugikan, AA melihat yang seharusnya paling bertanggung jawab adalah LGA. “Karena (politiknya) dibiayai oleh hasil fee proyek itu,” tandasnya.
Gita dan Kandasnya Gasman
Di luar kegaduhan dan saling rebut proyek DAK di era pemerintahannya sebagai Pj. Gubernur NTB, H. Lalu Gita Ariadi tetap fokus pada agenda politiknya. Ia menggandeng H. Sukiman Azmy. Duet ini disingkat Gasman. Sedianya akan menjadi paket keempat yang berlaga di Pilgub NTB 2024. Namun pasangan ini kandas karena gagal mengunci tiket partai.
Padahal Pasangan Gasman telah mendaftar ke sejumlah partai politik. Seperti, Demokrat, NasDem, PAN, PPP, dan PKB.
Dari sejumlah partai yang direbut dukungannya itu, paling menarik perhatian adalah peristiwa setelah mendaftar ke NasDem NTB tanggal 7 April 2024. Ketua Tim Relawan, Lalu Atharifathullah saat itu menyerahkan formulir pendaftaran kepada partai besutan Surya Paloh itu.

Partai ini jadi juru kunci penentu majunya Gasman, selain upaya lobi PBB. Sebab, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 tentang Ambang Batas Pencalonan Calon Kepala Daerah pada Pemilihan 2024 memberi lampu hijau.
Bahkan, sempat terjadi pertemuan antara Zulkieflimansyah dengan Sukiman Azmy, Rabu, 21 Agustus 2024 pagi, di Mataram. Pertemuan keduanya sehari setelah putusan MK tersebut.
Beredar spekulasi, perjumpaan keduanya itu ada kaitannya dengan pergeseran dukungan NasDem ke pasangan Gasman. Sebab, pasangan ini mendapat angin segar maju di Pilgub NTB melalui skenario putusan MK, yakni dukungan 8,5 persen suara sah dari partai non-parlemen.
Guna melengkapi suara NasDem, kabarnya, Gasman juga merapat ke PBB. Total suara sah dua partai ini, 331.274 suara. Melebihi ambang batas 8,5 persen suara sah Parpol di DPRD NTB sebanyak 224.000 suara.
Pasangan Gasman akhirnya gagal diusung NasDem karena terkendala syarat formil yakni partai pengusung. Setelah Gasman kandas, kabar dari sumber, uang mahar dikembalikan.
Sekretaris DPW NasDem NTB, Wahidjan tak mengetahui persis soal setoran mahar dari tim Gasman. Karena, urusannya hanya berkaitan dengan persyaratan formil pendaftaran.
“DPW belum dapat info soal sudah menyetor atau pun pengembaliannya,” jawab Wahidjan Minggu 9 Februari 2025.
“Tetapi saat itu, intinya, persyaratan yang kita minta partai pengusungnya tidak bisa dipastikan. Akhirnya proses selanjutnya tidak bisa masuk,” jelasnya kepada NTBSatu.
“Ini sebelumnya putusan MK ya,” pungkas Wahidjan.
Terpisah, permintaan wawancara mantan Ketua Tim Relawan Gasman, Lalu Atharifathullah tak mendapat respons saat dihubungi ke nomor WhatsApp yang masih aktif.
Begitu juga dengan Sukiman Azmy, mantan Calon Wakil Gubernur Gita Ariadi. Sambungan telepon dan chat NTBSatu tak mendapat respons.
Kegagalan Gasman melaju ke Pilkada NTB menyisakan pupusnya harapan Pemilu 2024 di NTB akan lebih kompetitif. Ketokohan Lalu Gita sebagai birokrat ulung, berpengalaman, dekat dengan tokoh dan praktisi politik, mendongkrak surveinya.
Tokoh dengan emblem sosial “Datu” asal Puyung, Lombok Tengah ini meraup tingkat kesukaan menurut Lembaga survei MAC- Project mencapai 83,7 persen.

Lembaga survei MAC- Project merilis temuannya Senin 5 Agustus 2024. Simulasi tiga dan empat paket calon kepala daerah, Gasman konsisten sebagai runner up. Angkanya 16,64 persen dan 17,20 persen. Urutan pertama Zul – Uhel, Rohmi Firin urutan ketiga. Sementara Iqbal – Dinda yang kini jadi pemenang, dalam survei itu ada di urutan buncit.
Kegagalan Gasman menyisakan cerita lain. Di luar drama para anggota tim berpencar ke tiga kandidat yang maju terus ke gelanggang, seorang pria masih menggantungkan harapannya ke Lalu Gita Ariadi.
Senin 10 Februari 2024 lalu, pria itu duduk nyaris bertaut lutut dengan Gita Ariadi di rumah dinas Sekda Jalan Pendidikan Mataram. Ia berharap Gita membantunya memfasilitasi ke PPK Dikbud NTB agar uangnya dikembalikan setelah gagal mendapatkan proyek DAK Dikbud 2024.
Berbagai upaya sudah dilakukan. Terakhir membuat surat Tanggal 31 Januari 2025. Surat pernyataan tulisan tangan, lengkap dengan tanda tangan di atas materai 10.000. Namun sampai Tanggal 8 Februari 2025 sesuai perjanjian, uangnya dan hasil kumpulan dari koleganya sekitar Rp2 Miliar, hingga kini hilang kabar. (*)
Korlip / Editor : Haris Mahtul
Tim Liputan:
- Haris Mahtul
- Zulhaq Armansyah
- Muhammad Yamin
Tim Pendukung:
- Zhafran Zibral
- Khairrurizki
- I Gusti Ayu Pradnya Premasita Saraswati