Mataram (NTBSatu) – Anggota DPRD NTB Fraksi Perindo, M. Nashib Ikhroman menyebut, APBD NTB 2025 tidak berkualitas. Indikatornya, saat proses penyusunannya, dilakukan dengan terburu-buru dan asal-asalan.
Asisten III Setda Provinsi NTB, Wirawan Ahmad menjawab kritikan tersebut. Ia mengatakan, APBD 2025 telah memenuhi ketentuan, baik dari sisi tahapan penyusunan maupun substansi.
Plh Inspektur Inspektorat NTB ini menjelaskan, Pemprov NTB telah melaksanakan berbagai tahapan melalui penyusunan RKPD, KUA PPAS sampai dengan penetapan Raperda APBD menjadi Perda APBD 2025.
“Tahapan akhir, Kemendagri telah mengevaluasi APBD 2025 NTB. Hasil evaluasi tersebut pun telah kami tindaklanjuti. Sehingga, APBD 2025 siap dijalankan karena nomor registrasi Perda APBD sudah keluar dari Kemendagri,” ungkap Wirawan kepada NTBSatu, Kamis, 2 Januari 2025 siang.
Dari sisi subtansi, Wirawan menyebutkan, target pendapatan, belanja dan pembiayaan sudah ditetapkan dengan menggunakan kaidah teknokratik. Sehingga, Pemprov NTB sangat meyakini akan dapat terealisasi sesuai rencana.
Pun demikian dengan program dan kegiatan yang ada dalam APBD, sudah merujuk kepada RPD, RKPD, KUA PPAS. Tentu dengan memperhatikan sinergitas dengan program pusat maupun dengan aspirasi masyarakat yang dititipkan melalui DPRD.
“Walaupun demikian, ruang untuk mengisi sesuatu yang dinilai belum optimal, tentu masih terbuka. APBD 2025 masih terbuka untuk dilakukan penyempurnaan melalui mekanisme perubahan APBD,” kata Wirawan.
“Kritik yang sifatnya membangun seperti yang disampaikan Bung Nashib, kami pastikan akan membuat APBD 2025 lebih berkualitas,” tandas Wirawan.
Sebelumnya, Nashib menyebutkan, APBD NTB 2025 dibahas dan ditetapkan sebelum Permendagri Nomor 1 tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2025 ditetapkan.
Padahal, Permendagri baru terkait penyusunan APBD ini mengalami perubahan yang signifikan, terutama dalam hal penekanan pada aspek-aspek pokok APBD agar lebih efektif dan pro rakyat.
Misalnya, penekanan pada stunting, penanganan kemiskinan ekstrem, serta berbagai program yang harus disinkronkan dengan program nasional.
Nashib mencontohkan, penanganan kemiskinan ekstrem justru dialokasikan dengan kegiatan perbaikan embung hingga Rp27 miliar. Padahal, hampir tidak terdapat korelasi langsung antara pengurangan kemiskinan ekstrem dengan memperbaiki embung.
Begitupun dalam hal penanganan stunting. Di mana semua belanja untuk penanganan stunting, hanya untuk belanja penunjang seperti perjalanan dinas dan pertemuan atau rapat.
“Justru belanja pokok untuk menangani stunting kepada ibu hamil dan balita tidak ada sama sekali. Sehingga kesannya yang mengalami stunting justru birokrasinya,” tegas politisi yang juga mantan wartawan ini.
Politisi partai Perindo ini mendengar kabar dalam proses evaluasi APBD, ada keterlibatan tim transisi Iqbal-Dinda, untuk melalukan sinkronisasi. Namun hasilnya sepertinya tidak merubah apapun.
“Saya tidak mengerti, terus peran tim transisi ini apa, kenapa tidak berikan penekanan agar belanja-belanja lebih berkualitas,” bebernya. “Jangan sampai hanya untuk gagah-gagahan,” pungkasnya. (*)