Ekonomi Bisnis

Ekspor Tambang Macet, Ekonomi NTB Tumbuh 10,18 Persen Ditopang Pertanian

Mataram (NTBSatu) – Pernyataan tegas Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian soal anjloknya pertumbuhan ekonomi NTB sebesar minus 1,47 persen, langsung memantik reaksi cepat Pemerintah Provinsi NTB.

Pemprov NTB menggelar rapat darurat bersama Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB dan Bank Indonesia Perwakilan NTB, membahas biang keladi merosotnya ekonomi di Triwulan I 2025.

Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda NTB, Lalu Moh Faozal menyebut, sektor pertambangan jadi penyebab utama kontraksi tajam tersebut.

“Menurut BPS, sektor tambang jadi faktor utama. Sejak Oktober 2024 hingga Maret 2025, ekspor tambang nyaris mandek. Izin ekspor tak keluar dan smelter belum juga beroperasi,” jelasnya.

IKLAN

Bahkan, dalam kurun enam bulan terakhir, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) hanya satu kali melakukan ekspor. Ketergantungan tinggi pada sektor ini membuat ekonomi NTB rentan terguncang saat sektor tambang melambat.

Namun tak semua sektor suram. Kepala BPS Provinsi NTB, Wahyudin menyebut, sektor pertanian justru menunjukkan performa gemilang.

“Pertanian tumbuh 10,18 persen, terbaik dalam lima tahun terakhir. Tapi sayangnya, porsinya terhadap PDRB masih belum mampu menutup dampak lesunya sektor tambang,” ujarnya.

Meski demikian, daya beli masyarakat masih tangguh. Indeks keyakinan konsumen tetap positif, dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,18 persen.

Genjot Tiga Sektor Strategis

Untuk membalikkan kondisi ini, Wahyudin menyarankan strategi besar dan terukur.

“Pemerintah perlu mempercepat diversifikasi ekonomi, hilirisasi industri, serta menggenjot tiga sektor strategis. Yakni revitalisasi pariwisata domestik, reaktivasi ekspor non-tambang, dan optimalisasi APBD sebagai stimulus pertumbuhan,” tegasnya.

IKLAN

Di sisi lain, Ketua Komisi II DPRD NTB, H. Lalu Pelita Putra mengingatkan, mayoritas penduduk NTB, sekitar 36,16 persen bekerja di sektor pertanian. Namun, sektor ini belum mendapatkan perhatian serius dalam pembangunan ekonomi daerah.

“Topografi NTB sangat mendukung pertanian, tenaga kerja di sektor ini juga melimpah. Namun industrinya belum disiapkan dengan baik. Kita terus bicara soal Mandalika dan pariwisata, tapi lupa bahwa kesejahteraan rakyat justru sangat ditentukan dari ladang dan sawah mereka,” ujarnya.

Melihat Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2024, sebanyak 71,80 persen penduduk NTB bekerja di sektor informal. Sebagian besar berada di sektor pertanian dan UMKM.

“Jangan sampai fokus berlebihan pada sektor besar, seperti tambang malah mengabaikan mayoritas rakyat yang hidup dari usaha kecil-kecil. Kesejahteraan itu bukan hanya ditentukan dari ekspor mineral. Tapi dari dapur rumah tangga yang tetap bisa mengepul,” tegasnya. (*)

Berita Terkait

Back to top button