Mataram (NTBSatu) – Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan indikator penting dalam pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kualitas hidup.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menyampaikan, angka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu parameter penting untuk mengukur kemajuan dan kemunduran suatu daerah.
Karenanya, menjadi penting bagi seluruh kepala daerah menguasai angka tersebut. Sebab angka pertumbuhan ini menunjukkan suatu daerah dalam keadaan maju, stagnan, atau mundur.
“Kalau angka nasional kita 4,87 persen. Kalau di atas nasional itu artinya semua program dan kegiatan yang kita kerjakan, mau itu urusan kemiskinan, pembangunan, investasi dan segala macam berarti sudah on the rack,” jelas Tito dalam acara Musrenbang Provinsi NTB, Rabu, 4 Juni 2025 di Hotel Lombok Raya, Kota Mataram.
Angka pertumbuhan ekonomi ini, kata Tito, merupakan akumlasi dari sejumlah sektor. Angka tertinggi adalah konsumsi rumah tangga. Termasuk di dalamnya berkaitan dengan daya beli masyarakat.
“Berapa banyak masyarakat mengeluarkan biaya konsumsi rumah tangga. Makin tinggi belanjanya, maka otomatis ekonomi akan semakin baik,” jelasnya.
Mantan Kapolri ini menegaskan, ukuran paling gampang mengukur kemajuan suatu negara atau daerah adalah melihat angka pertumbuhan ekonominya. Apabila minus, berarti mengalami kemunduran.
“Kalau minus berarti mundur. Mau apa pun juga, kemajuan dan kemunduruan suatu daerah ditunjukkan dengan angka ini, angka pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.
“Kalau kita mengklaim oh daerah saya makin maju, gini-gitu dan sebagainya, itu kualitatif, tidak bisa diukur. Angka kuantitatif untuk mengukurnya yaitu berapa pertumbuhan ekonominya,” tambahnya.
Bagaimana dengan NTB?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi NTB mengalami kontraksi dua kali lipat. Yakni minus 1,47 persen secara tahunan (y-on-y) dan minus 2,32 persen secara kuartalan (q-to-q) pada Triwulan I 2025.
Pada kuartaI ini, kontraksi ekonomi NTB sebagian besar akibat mandeknya ekspor tambang. Sektor ini biasanya menyumbang lebih dari 20 persen terhadap ekonomi NTB, tapi pada awal 2025 ekspornya nihil.
Angka tersebut menempatkan NTB pada posisi buncit terkait pertumbuhan ekonomi, yaitu kedua terendah di atas Papua Tengah.
Menteri Tito menegaskan, angka minus pertumbuhan ekonomi NTB menjadi catatan penting.
“Yang sangat saya tahu, NTB tidak pernah minus, ini minus 1,47 persen. Saya mohon maaf pada Pak Gubernur meskipun ini bukan salah Pak Gubernur. Saya tahu itu,” ungkap Tito.
Eks Kapolri ini mengaku baru menyadari, jika pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan I minus, akibat terikat pada ekspor tambang.
Apalagi saat ini, keberadaan Smelter PT AMNT di Kabupaten Sumbawa Barat belum maksimal beroperasi.
Larangan ekspor konsetrat atau material mentah hasil eksploitasi, memperparah tidak maksimalnya pertumbuhan ekonomi NTB.
“Itu mengurangi royalti, larangan ekspor ini juga berdampak kepada angka pertumbuhan ekonomi. Karena ekspor yang ada itu juga kontribusinya tinggi untuk menyusun angka pertumbuhan ekonomi di NTB,” jelas Tito.
Bantu Negosiasi Relaksasi Ekspor Tambang
Karena itu, Tito mengaku akan berusaha membantu NTB dengan membuka jalan negosiasi dengan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Terkait pemberian relaksasi ekspor bahan mentah bagi PT AMNT.
“Saya baru saja telepon dengan Pak Bahlil dan besok ngajak ketemu. Saya tahu pak gubernur sudah bekerja keras untuk menyampaikan agar dilakukan relaksasi,” bebernya.
Menurut Tito, langkah ini perlu diambil untuk menyelamatkan NTB dalam waktu singkat. Hingga Smelter PT AMNT benar-benar bisa beroperasi maksimal. Pasalnya, ujar Tito, untuk mencari tambahan pendapatan dengan cepat dari sektor lain dinilai berat.
“Satu-satunya adalah mungkin relaksasi sambil nunggu Smelter selesai boleh lah mereka ekspor konsentratnya tetap jalan,” jelas Tito.
Tapi harus ada batas waktu, karena berkaitan dengan Smelter yang harus segera eksisting.
“Tidak seterusnya, ketika smelternya sudah selesai, fine, stop. Kira-kira begitu Kalau ingin menyelamatkan NTB dalam waktu singkat,” tutup Tito. (*)