Mataram (NTBSatu) – Calon Gubernur NTB, Dr. Zulkieflimansyah alias Bang Zul menunjukkan komitmen kuatnya mendorong pelestarian pacuan kuda. Selain punya nilai historis tinggi tentang budaya dan tradisi, olahraga ini mengandung makna persaudaraan.
Wujud komitmennya pada pelestarian pacuan kuda, dengan digelarnya banyak event di sejumlah arena atau sirkuit pacuan kuda. Mulai dari Sirkuit Pacuan Kuda Manggemaci Kota Bima, dan Sirkuit Panda, Kabupaten Bima. Sementara di Kabupaten Dompu, dua arena cukup besar, di Desa Lepadi, Kecamatan Pajo dan Desa Sera Ala, Kecamatan Kempo.
Bang Zul juga tak terhitung terlibat dan menginisiasi kegiatan pacuan kuda di Arena Pacuan Angin Laut Desa Penyaring Sumbawa.
Baru-baru ini, Bang Zul menghadiri langsung pacuan kuda di arena Angin Laut Desa Penyaring, Tanggal 13 Oktober 2024. Fakta lain, politikus PKS itu menghidupkan kembali arena pacuan di Lapangan Sesake, Desa Batujai, Lombok Tengah.
Alasan Bang Zul antusias dengan balap kuda ini, berharap masyarakat bisa memetik nilai tentang arti persahabatan dari event tersebut.
“Warisan terbesar dari pacuan kuda itu adalah persahabatan, ini menyebabkan sahabat-sahabat, orang tua kami dulu biasanya selalu berkumpul di pacuan kuda itu,” kata Bang Zul, Minggu, 13 Oktober 2024.
Gubernur NTB periode 2018-2023 itu berharap, warisan itu bisa tetap terjaga khususnya di masyarakat NTB. Oleh karena itu, ia berkomitmen akan terus merawat arena-arena pacuan kuda yang berada di NTB.
“Itu secara rutin akan kita lakukan, sehingga persaudaran, persahabatan itu bisa direkatkan dengan,” kata Bang Zul.
Lomba-lomba olahraga pacuan kuda kini sering diadakan di NTB. Seperti di Dompu, Bima, Sumbawa dan Lombok. Menurutnya, hal tersebut berhasil meningkatkan minat masyarakat NTB terhadap olahraga balap kuda ini.
Ia pun percaya, nantinya event ini akan menjadi salah satu destinasi wisata favorit di NTB. “Minat masyarakat terhadap pacuan kuda ini semakin meningkat dan saya kira nanti akan jadi destinasi wisata yang sangat menarik di NTB,” tuturnya.
Satu-Satunya Cagub Hobi Pacuan Kuda
Keseriusan Bang Zul pada pengembangan olahraga pacuan kuda, bukan sekedar komitmen sebagai kepala daerah yang pernah menjabat 2018-2023. Bang Zul disebut sebagai satu-satunya cagub yang hobi pacuan kuda. Bagaimana tidak, hingga saat ini ia memiliki kawasan peternakan kuda di Desa Penyaring, Kecamatan Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa.
Ia juga punya koleksi kuda yang kerap menang lomba skala nasional yang digelar beberapa kali di NTB. Dua di antara koleksinya, bernama James Bound dan Gadis Villa.
Dalam sebuah kesempatan, Bang Zul ditanya alasannya konsisten dengan hobi memelihara kuda. Secara kebetulan, hobinya itu memiliki kesamaan dengan Presiden Prabowo Subianto. Saat ini Prabowo punya kawasan yang sangat luas di Hambalang sebagai tempat pelihara kuda.
Sementara Bang Zul punya alasan tersendiri memelihara kuda. Di samping untuk olah raga, berkuda juga dapat menghilangkan kejenuhan dalam beraktivitas.
Bagi pria kelahiran Sumbawa itu, Kuda merupakan mahluk yang agak unik. “Kalau anda sudah merawat, berinteraksi lama dengannya, dia akan mampu membaca pikiran dan perasaan pemiliknya,” jelasnya.
Bukan sekedar hobi memelihara, Bang Zul juga turun tangan memelihara kuda.
Menurutnya, untuk melatih kuda, membutuhkan waktu serta skill yang mumpuni. Setiap kuda sudah terlatih, itu memiliki kemampuan tidak hanya fisik. Namun juga kemampuan untuk berinteraksi dengan manusia.
“Secara naluri, kuda yang kita latih tersebut terbilang cerdas, mampu tiarap, tidak takut dengan angin, hujan, dan dentuman suara senjata,” katanya.
Dampak Ekonomi dan Pariwisata
Jika menganalisa, dampak ekonomi event ini, efeknya cukup luas. Secara ekonomi banyak memberikan dampak positif. Antara lain, membuka lapangan pekerjaan baru bagi para pemuda nganggur melalui parkir. Kemudian, peningkatan ekonomi dan kesejahteraan bagi para pelaku UMKM. Harga kuda yang semakin tinggi jika berhasil menjadi juara.
Apalagi pelaksanaan event berlangsung lima hari sampai sepekan. Setiap kuda yang tampil, tidak hanya datang dengan joki, tapi tim lengkap minimal lima orang.
Dinas Pariwisata Kota Bima bahkan pernah menghitung dampak ekonomi kreatif dari pacuan kuda. Angkanya mencapai Rp20 miliar, baik dari arena maupun UMKM di luar arena pacuan.
Karena itu, Bang Zul kembali berharap, warisan itu bisa tetap terjaga khususnya di masyarakat NTB. Memastikan itu, ia berkomitmen akan terus merawat arena-arena pacuan yang berada di NTB.
Selain beberapa pertimbangan tadi, ia melihat multiplayer effect kunjungan wisata. Pacuan kuda adalah olahraga tradisional yang unik, dengan berbagai regulasi lomba di dalamnya dan tidak ada di negara lain.
Sehingga, harap Bang Zul, masyarakat terus terpacu menggelar event dan lomba untuk menghidupkan arena pacuan kuda.
Ia percaya, pada saatnya nanti, pacuan kuda akan menjadi salah satu destinasi wisata favorit di NTB.“Minat masyarakat terhadap event ini semakin meningkat dan saya kira nanti akan jadi destinasi wisata yang sangat menarik untuk di NTB,” terangnya.
Kontroversi Joki Cilik
Bagaimana persoalan kontroversi joki cilik karena banyak menilai sebagai bentuk eksploitasi anak? Pada sebuah kesempatan Bang Zul menjelaskan, ia serius merespons penolakan joki cilik tersebut. Pada beberapa kali kesempatan, menyatakan tidak setuju dengan adanya joki cilik.
Namun, ia menjelaskan, pacuan kuda tradisional, sudah melekat jokinya oleh anak-anak. Sehingga, menjadi tradisi yang telah mengkultur di tengah masyarakat sejak dulu. Maka membutuhkan proses untuk mengubahnya.
“Memperbaiki tradisi tidak bisa serta merta, tapi butuh proses,” Beber Bang Zul.
Namun pada lain pihak, keberadaan joki cilik yang identik dengan pacuan kuda masyarakat Sumbawa, Dompu, dan Bima, masyarakat lokal setempat sudah menganggapnya sebagai hal yang biasa.
Hal tersebut karena ukuran dan jenis kuda di Pulau Sumbawa yang dilombakan oleh masyarakat, merupakan jenis dan ukuran kuda yang kecil. Sehingga cocok untuk ditunggangi oleh joki anak-anak. Kalau jokinya orang dewasa maka kudanya tidak akan mampu berpacu.
“Oleh sebab itu, berbagai upaya yang terus pemerintah lakukan, termasuk melalui Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI),” ungkap Bang Zul.
Salah satunya adalah memperketat aturan untuk jenis dan ukuran kuda. Dalam olahraga ini, sudah memiliki kelas-kelas pacuan. Kelas F untuk dewasa dengan ukuran kuda yang besar juga.
Sehingga, tambah Bang Zul, tradisi ini di Pulau Sumbawa, tidak hanya berbicara adat dan budaya serta kearifan lokal masyarakat setempat.
‘Akan tetapi ada banyak aspek yang ada didalamnya. “Salah satunya aspek sosial kemasyarakatan,” pungkasnya. (*)