Mataram (NTBSatu) – Pelajar di Kota Mataram diduga ramai-ramai membeli kondom. Hal itu muncul setelah pengakuan seorang kasir retail modern di Kota Mataram. Dinas Perdagangan (Disdag) NTB pun menyoroti fenomena tersebut.
Ada beberapa indikasi yang dapat terlihat dari ramainya pembelian kondom di Kota Mataram. Salah satunya adalah aspek perdagangan kondom.
Kepala Disdag NTB, Baiq Nelly Yuniarti mengaku, belum menemukan kasus penjualan kondom pada tempat yang tidak sesuai. Ia menerangkan, tempat penjualan kondom di NTB telah sesuai. Karenanya, ia tak memiliki alasan konkret untuk menindak penjualan kondom di retail-retail modern.
Namun, terkait dengan pembelian kondom oleh beberapa pelajar di Kota Mataram, Nelly merespons dengan cara yang berbeda. Sebab, hal tersebut bukan wilayah kerja Dinas Perdagangan NTB, melainkan Dinas P3AP2KB NTB.
“Menurut saya, DP3AP2KB semestinya memberikan perhatian khusus mengenai fenomena tersebut,” ungkap Nelly, Selasa, 20 Agustus 2024.
Selanjutnya, apabila kondom terjual di kantin sekolah, maka Dinas Perdagangan berhak untuk menindak. Meskipun, menurut Nelly, kondom bukanlah salah satu jenis barang yang masuk dalam kategori yang mesti terawasi.
Dinas Perdagangan NTB sejatinya mengawasi barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok, di antaranya gas, semen, dan bahan-bahan pokok lainnya.
“Apabila terdapat indikasi yang tidak sesuai dengan ketentuan penjualan, termasuk penjualan kondom, maka kami akan melakukan penindakan,” tandas Nelly.
Sementara itu, Dinas P3AP2KB NTB belum merespons hingga berita ini tertulis.
Dari Kacamata Sosiologi
Sosiolog asal Unram, Khalifatul Syuhada alias Ifa menyebutkan, ada fenomena anomie dalam peristiwa tersebut.
Anomie ialah keterasingan yang dialami individu dari lingkungan masyarakatnya. Ifa menyoroti adanya perilaku kenakalan remaja dalam kasus banyaknya pelajar yang membeli kondom di retail-retail modern. Melalui sudut pandang sosiologi, ia menilai adanya ketidakharmonisan dalam diri remaja, baik dari lingkungan keluarga, pertemanan, dan sosial.
“Saya melihat ada fenomena anomie dalam permasalahan ini,” ungkap Ifa, dihubungi NTBSatu, Kamis, 15 Agustus 2024.
Ia menduga, pelajar-pelajar yang ramai-ramai membeli kondom berasal dari keluarga yang bercerai. Sebab, kondisi semacam itu rentan mengalami keterasingan dari lingkungan masyarakat.
Selain itu, keluarga yang bercerai turut menghadirkan dampak yang besar atas perilaku kenakalan remaja.
Saat ini, pelajar pun hidup dalam era media sosial yang sangat berisiko mengganggu pertumbuhan. Dengan keterbukaan media sosial, ada banyak remaja putri yang melakukan praktik booking online atau pemesanan secara daring yang menyediakan jasa prostitusi.
Ifa juga turut menyuruti kompleksitas pola pengasuhan orang tua terhadap remaja. Sebab, orang tua tidak boleh terlalu menekan anaknya, tapi juga tidak boleh terlalu memberikan keringanan.
Maka, Ifa menyarankan setiap orang tua untuk menemukan pola tepat dalam mengasuh anak. Sebab, setiap anak, memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Menurut Ifa, keluarga memikiki andil yang sangat besar dalam mengasuh anak. Keluarga merupakan guru pertama bagi anak-anak dalam menapaki kehidupan mereka. Orang tua harus lebih banyak belajar mengenai cara berinteraksi dengan anak-anak masa kini.
“Orang tua tidak boleh lepas tangan dalam memberikan pendidikan untuk anak-anak mereka,” tandas Ifa mengingatkan. (*)