Opini

Saatnya Pariwisata NTB Berbasis Kebudayaan

Oleh: Eko Saputra
(Peneliti Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Tumbuh Institut)

Pada era transformasi dan pembangunan ekonomi yang semakin pesat, perhatian terhadap pengembangan ekonomi berkelanjutan menjadi isu sentral di berbagai belahan dunia. Pertumbuhan pariwisata di tengah krisis iklim dan sumber daya alam pun tidak bisa dianggap remeh, selalu mengalami tren pertumbuhan.

Termasuk di Indonesia, sektor pariwisata menjadi salah satu penopang perekonomian dan menjadi penyumbang devisa utama. Tercatat, kontribusi sektor pariwisata hingga September 2023 sebesar 3,83 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Presentase ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang sebesar 3,6 persen.

Bahkan, sepanjang Januari – Februari 2024, jumlah kunjungan wisata mancanegara ke Indonesia mencapai 1,96 juta kunjungan. Jumlahnya melonjak 26,87 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Prospek investasi di sektor pariwisata dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat US$ 3,470.4 juta, pada kuartal II 2023. Sedangkan dalam bentuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai US$ 4,314.5 juta.

Provinsi NTB juga mengandalkan sektor pariwisata sebagai upaya strategis dalam mendorong kemajuan ekonomi daerah. Karenanya, sektor ini menjadi salah satu indikator yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi regional.

Kendati demikian, ketimpangan di NTB masih saja terjadi. Tercatat angka kemiskinan di NTB mencapai 13,85 persen pada maret 2023, meningkat 0,3 persen dari September 2022.

Ketimpangan antara kota dan desa juga menjadi suatu permasalahan yang belum dapat teratasi. Berdasarkan rilisan BPS persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2022 sebesar 13,98 persen, turun menjadi 13,76 persen pada Maret 2023.

Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2022 sebesar 13,66 persen, naik menjadi 13,95 persen pada Maret 2023

Ketimpangan ini terjadi disebabkan upaya pemerataan belum tepat sasaran. Salah satunya sektor pariwisata yang masih mengandalkan sumber daya alam sebagai basis potensi pariwisata.

Hal ini menandakan pariwisata yang tidak sejalan dengan potensi masyarakat lokal. Di mana yang mempunyai modal (investor) berperan besar dalam peluang pariwisata.

Lalu bagaimana dengan masyarakat lokal? Fenomena resilience masyarakat lokal dalam menghadapi persaingan yang kuat tentu dengan mengandalkan budaya sebagai peluang pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Keragaman budaya yang tersebar di masyarakat jika diperhatikan dapat menjadi basis potensi pariwisata ke depan. Sebab, budaya menjadi kontribusi penting bagi pariwisata berkelanjutan.

Lantas, bagaimana outlook di di sektor budaya? Prospeknya masih cerah. Khususnya di desa-desa. Benda-benda bernilai sejarah dan budaya serta tradisi masih terjaga dengan baik.

Jika kekhawatiran akan ketertinggalan tren di saham-saham yang berbasis sumber daya alam, tidak menutup kemungkinan sektor budaya juga dapat menjadi idola masyarakat lokal dan para investor.

Beberapa indikator menguatkan tren sektor budaya bukan hanya temporer, justru di saat krisis lingkungan mulai menghantam kondisi global, negara-negara yang mempunyai potensi budaya dan sejarah mulai mengandalkan budaya sebagai basis destinasi.

Alhasil, perkembangan budaya diperkirakan akan berlanjut di tahun-tahun mendatang. Lihat misalnya Arab Saudi yang telah membuat kemajuan luar biasa di bidang pariwisata dan budaya.

Pada tahun 2023, Arab Saudi mengalami peningkatan penting di bidang pariwisata maupun budaya, serta mengalami lonjakan wisatawan.

Sementara, Indonesia adalah negara peringkat ke-39 dunia dalam ‘World Cultural Heritage’ terkait dengan kekayaan budaya. Potensi ini dapat menjadi sayap perkembangan di dunia pariwisata.

Indonesia juga memiliki keanekaragaman seni budaya lebih dari 300 suku dan etnis. Misal di NTB terdapat dua pulau, Lombok dan Sumbawa yang memiliki tiga suku besar dengan keragaman seni budaya.

Potensi ini jika dimanfaatkan dapat memperkaya konten karya berbasis seni budaya bagi para pelaku ekonomi kreatif, terlebih masyarakat lokal. Ini juga menjadi strategi untuk mempromosikan identitas budaya dan menarik wisatawan dari seluruh dunia.

Pentingnya Pariwisata Berbasis Kebudayaan

Setelah halal tourism dan sport tourism, saatnya NTB mulai lirik pariwisata berbasis kebudayaan. Menariknya konsep ini jika kita kaitkan dengan rencana strategis Museum Negeri NTB “Kotaku Museumku, Kampungku Museumku, yang bertujuan untuk membentuk museum di setiap kota dan desa.

Untuk merangkul keragaman budaya yang ada, pembentukan museum di tiap kota dan desa merupakan strategi yang tepat dalam membangun pariwisata daerah yang berbasis budaya.

Program Museum NTB ini memiliki potensi besar untuk memperkaya pengalaman wisatawan sambil mempromosikan warisan budaya lokal. Ini juga bisa menjadi sarana untuk melestarikan tradisi dan kebudayaan yang ada di masyarakat.

Program pembentukan museum di tiap kota dan desa yang dilakukan oleh Museum NTB harus menjadi top priority agar interaksi budaya mendorong output yang lebih besar. Jadi pariwisata tidak hanya mengandalkan sumber daya saja, tetapi juga diperlukan budaya sebagai proses pariwisata yang berkelanjutan.

Dengan demikian, potensi real di masing-masing kota dan desa dapat direspon oleh wisatawan ketika melakukan kunjungan. Sehingga tidak hanya pariwisata yang sifatnya sentralistik, tetapi menawarkan destinasi pariwisata yang beragam dengan menawarkan interaksi budaya di setiap kota dan desa.

Peluang pariwisata berbasis budaya saat ini menjadi perhatian negara-negara dunia. Misalnya, Kota Penang (Malaysia) yang dijuluki kota unik dengan mengandalkan budaya, sejarah, dan peninggalan kolonial sebagai basis destinasi wisata.

Alhasil pada tahun 2018, terminal dermaga kapal pesiar Swettenham mencatat lebih dari 341 ribu wisatawan yang berkunjung.

Lantas bagaimana dengan budaya? Sumber daya alam bisa habis, tapi tidak dengan budaya. Bangunan boleh dinegosiasikan tapi tidak dengan keunikan budaya. Tidak dapat dipungkiri, budaya merupakan elemen penting dalam pembangunan pariwisata. Hal ini dikarenakan budaya merupakan aset yang tidak akan pernah habis.

Selain pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh pariwisata berbasis budaya, di satu sisi sektor pengembangan budaya memiliki peluang besar untuk perluasan lapangan kerja, pemerataan pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Pada sisi lainnya, pariwisata berbasis budaya dapat mencegah terjadinya degradasi alam dan budaya sebagai aset utama. Pasalnya, pariwisata berbasis kebudayaan dapat mencegah kerugian pada lingkungan, masyarakat lokal dan sumber daya alam.

Karena sektor pariwisata konvensional menyebabkan penggunaan sumber daya yang berlebihan. Sebab pariwisata diperkirakan akan terus tumbuh di tahun-tahun mendatang.

Meskipun terdapat peluang besar di sektor budaya, tetapi tantangannya tentu tidak mudah di tengah arus globalisasi yang cepat. Perlu adanya strategi yang tepat. Karnanya kalau tidak dilakukan strategi yang tepat akan menimbulkan liberalisasi kebudayaan, dan penggunaan fungsi kebudayaan tidak pada tempatnya.

Artinya, efisiensi pembentukan museum sangat penting menjadi strategi yang dimiliki oleh setiap kota dan desa. Disinilah pentingnya pembentukan museum desa agar memiliki pola dan manajemen untuk mengembangkan budaya dan sejarah sebagai destinasi wisata.

Tujuan utamanya adalah untuk memungkinkan wisatawan untuk lebih memahami dan menghargai keanekaragaman budaya serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya lokal. ini juga dapat membangun interaksi yang lebih dekat antara wisatawan dan masyarakat setempat, memberikan manfaat ekonomi yang lebih berkelanjutan, dan memperkuat identitas budaya suatu daerah. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button