Mataram (NTBSatu) – NTB masih menjadi daerah yang menghasilkan angka perkawinan anak yang cukup tinggi.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Sahan menyebutkan tiga faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Pertama, faktor pendidikan. Selanjutnya adalah faktor ekonomi dan sosial.
“Kami sering kali menemukan bahwa anak-anak menikah dengan motif tanggungan dari orang tua akan berkurang. Tentu saja, permasalahan ini berangkat dari persoalan ekonomi,” ungkap Sahan, Rabu, 8 Mei 2024.
Dalam menyoal faktor pendidikan, Sahan menerangkan bahwa masih terdapat masyarakat yang belum memahami konsekuensi dari menikah dini. Padahal, terdapat sejumlah risiko yang menanti bila melangsungkan pernikahan dini.
“Kalau faktor sosial, banyak orang tua yang memilih untuk menikahkan anak-anaknya dengan alasan tidak ingin mengemban malu,” terang Sahan.
Untuk menekan kasus perkawinan anak, LPA NTB akan berkonsentrasi di tiga daerah tertinggi penghasil perkawinan anak, yaitu Lombok Utara, Lombok Tengah, dan Lombok Timur. Di daerah-daerah itu, LPA NTB akan mengedukasi secara langsung mengenai dampak serta risiko dari perkawinan anak.
Berita Terkini:
- Kabiro Hukum Pemprov NTB Dikecam Gegara Sebut Ada Permainan Mafia Tanah di Lahan Bawaslu
- Transformasi Dimulai, Ini Prospek Saham AMMN Usai Pergantian Direktur Utama
- Surat Panggilan Pansel Bank NTB Syariah Bukan Instruksi Gubernur
- Sudirsah Jawab Peluang Gubernur Iqbal Jadi Nahkoda Baru Gerindra NTB: Hanya DPP yang Tahu
- Orang Tua Arumi Korban Dugaan Malapraktik Tenaga Kesehatan di Bima Pilih Tempuh Jalur Hukum
“Kami ingin menyadarkan masyarakat bahwa perkawinan anak sangatlah berbahaya, ”ucap Sahan.
Banyak pihak menyorot Perda Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak sebagai aturan yang belum efektif lantaran tidak memuat sanksi terhadap pelaku. Kendati demikian, Sahan menyebutkan bahwa akan ada Perdes yang mem-back-up atau mendukung Perda tersebut.
Sebab, apabila telah terdapat Perdes, Sahan beserta sejumlah pihak dapat enyusun awik-awik atau aturan desa yang memuat soal pencegahan perkawinan anak.
“Dengan adanya awik-awik di tingkat dusun, kami yakin itu bisa menekan kasus perkawinan anak,” tandas Sahan. (GSR)