Kemudian, Anton kembali bertanya kapan penyidik kepolisian melakukan gelar perkara. Tujuannya, agar David sebagai pelapor mendapatkan kepastian hukum.
“Akan tetapi (kepolisian) minta kembali melakukan pemeriksaan tambahan dan hasilnya pemeriksaan tambahan ke pelapor, terlapor, dan salah satu saksi,” paparnya.
David, kata Anton, telah kembali dipanggil dan dimintai keterangan. Kliennya dimintai keterangan seputar barang di bungalo yang bertempat di Kawasan Gili Trawangan, Lombok Utara tersebut.
“Kalau untuk hasil pemeriksaan tambahannya kami belum tahu,” ujarnya.
Anton menegaskan, dirinya meminta kepolisian segera melakukan gelar perkara dengan harapan cepat mendapat kepastian hukum. “Perkara ini dari bulan Mei (2023). Kurang lebih sudah delapan bulan,” ujarnya.
Berita Terkini:
- Lima Siswa SD di Lombok Tengah Diduga Keracunan MBG
- Sesalkan Pernyataan Prof. Asikin, Maman: Audit Investigasi Dulu, Jangan Langsung Bicara Pansel
- Dibantai 6-0 di Liga 4 Nasional, Persidom Dompu Diolok-olok Netizen
- Dukung Interpelasi DAK, Demokrat–PPR Lawan Arus di DPRD NTB
Diakuinya, pada perkara ini baik pelapor dan terlapor sama-sama mengklaim memiliki hak. David beranggapan barang di penginapan itu merupakan miliknya. Hal itu ditunjukkan dengan adanya kuitansi pembelian barang. “Sudah lama kami lampirkan,” akunya.
Sementara IA sebagai terlapor mengklaim barang itu dia yang beli. “Tapi dia (IA) tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikannya,” jelas Anton.
Dalam laporan yang diserahkan ke Dit Reskrimum Polda NTB, Anton menyebut dua perkara. Pertama terkait penipuan. “Kalau penipuan yang kami laporkan adalah terlapor mengaku di dalam surat kontrak terlapor mengakui bahwa dialah pemilik tanah. Sedangkan objek tanah itu adalah milik Pemprov,” bebernya.