Mataram (NTBSatu) – Anggota Komisi I DPRD NTB, Suhaimi menilai pernyataan anggota Panitia Seleksi (Pansel) pengurus Bank NTB Syariah, Prof. Zainal Asikin berpotensi menjadi framing manipulatif.
Menurutnya, pernyataan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram tersebut adalah bentuk logika terbalik yang berbahaya. Tidak hanya menyesatkan publik, tapi juga bisa merusak proses demokratis dalam rekrutmen pejabat publik.
“Perbaikan sistem seharusnya memperkuat institusi. Bukan jadi alat menggembosi individu,” kata Suhaimi, Kamis, 24 Maret 2025.
Sebelumnya, Prof. Asikin menyatakan bahwa para petinggi Bank NTB Syariah yang saat ini tengah menjabat tidak boleh mendaftar mengikuti seleksi.
Ia menyebut, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal memerintahkan perombakan total jajaran direksi, komisaris, dan dewan pengawas syariah. Sehingga, para petinggi Bank NTB Syariah saat ini tidak diperkenankan mencalonkan diri kembali.
Suhaimi menegaskan, pernyataan tersebut bentuk logika terbalik yang lazim juga disebut logical fallacy atau kesesatan pikir. Sebab, proses perbaikan tata kelola Bank NTB Syariah melalui rekrutmen pengurus yang dibuka mulai pekan ini, justru untuk menyudutkan jajaran pengurus sebelumnya. Fatalnya, hal itu tanpa dasar evaluasi objektif.
Pernyataan publik seperti yang Prof. Asikin sampaikan tersebut, kata politisi muda asal Lombok Tengah ini, berpotensi menjadi framing yang manipulatif dengan beberapa kemungkinan motif. Yang sudah pasti dibaca publik adalah terkuaknya keinginan Pansel untuk menutup peluang pengurus lama secara sepihak, tanpa proses evaluasi objektif.
Bisa juga kata Suhaimi, publik memaknai pernyataan tersebut sebagai langkah untuk mendukung figur tertentu. Sehingga peluang figur tersebut untuk lolos dalam proses seleksi menjadi lebih besar. Atau Pansel ingin menggiring opini publik seolah-olah perubahan personel sama dengan perbaikan otomatis.
Tanpa menyodorkan data objektif kinerja atau hasil audit independen, pernyataan anggota Pansel tersebut telah menyimpulkan buruknya jajaran lama secara generalisasi. Padahal kata Suhaimi, tidak semua perbaikan tata kelola perlu didahului dengan penyingkiran. Dan tidak semua yang baru otomatis lebih baik.
Ditegaskan Suhaimi, manakala rekrutmen justru sebagai alat menyudutkan kandidat dari pengurus lama tanpa dasar audit atau evaluasi yang terbuka, lalu mengunci peluang mereka ikut seleksi dengan menebar asumsi bahwa yang lama buruk, maka rekrutmen pengurus Bank NTB Syariah ini telah gagal menjadi sarana perbaikan. Sebaliknya, rekrutmen ini menjadi alat pembunuhan karakter para pengurus lama.
“Perubahan struktural tentu penting. Tapi jika dilakukan dengan logika terbalik yang menyingkirkan individu atas dasar asumsi, bukan bukti, maka yang terjadi bukan perbaikan, tapi peminggiran terselubung. Reformasi tidak membutuhkan korban yang dikorbankan tanpa pengadilan yang adil,” tegas Suhaimi.
Jika hal ini terus berlanjut, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menegaskan, secara terang benderang rekrutmen pengurus Bank NTB Syariah melalui Pansel ini telah menabrak prinsip tata kelola good governance. Yakni prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan non-diskriminasi.
Karena itu, kata Suhaimi, jangan salahkan publik di Bumi Gora jika kini menilai bahwa berdasarkan pernyataan Prof. Asikin tersebut, Pansel ternyata bekerja dengan menepikan transparansi publik dan malah mengedepankan noizy publik.
Alih-alih menerapkan transparansi publik yang berarti Pansel menyediakan informasi yang akurat, relevan, dan mudah diakses dengan tujuan meningkatkan kepercayaan masyarakat, mendorong partisipasi publik, dan mencegah korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Yang terjadi malah Pansel menunjukkan noizy publik. Pernyataan disampaikan secara tidak terstruktur, penuh opini, melahirkan kebisingan informasi, dan membuat masyarakat bingung, skeptis, dan bahkan apatis.
“Jadi sekarang publik NTB bertanya. Pansel ini bekerja dengan basis transparansi atau manipulasi,” tambah Suhaimi.
Suhaimi mengatakan, cara kerja Pansel yang menerapkan logika terbalik ini sangat berbahaya. Sebab, bisa berisiko terhadap stabilitas kelembagaan Bank NTB Syariah yang berdampak jangka panjang.
Misalnya, menurunkan kepercayaan internal terhadap proses seleksi dan pembinaan SDM. Atau juga menyuburkan budaya politik kekuasaan di lembaga keuangan, bukan profesionalisme. Atau bahkan mendorong terjadinya apa yang disebut Suhaimi sebagai politik balas dendam saat rezim atau pengendali kelak berubah.