Film

Film Dokumenter ‘Dragon for Sale’ Mendadak Batal, Ternyata Ini Penyebabnya

Doni menyebut puluhan penonton sudah terlanjur tiba di lokasi dan ada yang kecewa dengan pembatalan nonton film tersebut. Menurutnya, film itu layak ditonton karena mengandung nilai edukasi kepada masyarakat.

“Terutama supaya tidak mudah menjual lahan di Labuan Bajo, supaya tidak menjadi tamu di tanah sendiri kelak dengan berkaca pada beberapa tempat lain di Indonesia,” tegas Doni.

Film dokumenter tersebut, lanjut dia, mengedukasi masyarakat supaya kritis terhadap keputusan pemerintah, terutama yang mengorbankan masyarakat banyak.

Doni menduga polisi tak mengeluarkan izin keramaian karena film itu mengandung kritik kepada pemerintah dalam beragam programnya di Labuan Bajo. Pihaknya akan menjadwalkan ulang nonton film dokumenter tersebut.

Sementara Kasat Intelkam Polres Manggarai Barat, Iptu Markus Frederiko Sega Wangge mengaku tak mengeluarkan izin keramaian karena sejumlah persyaratan administrasi belum dipenuhi. Polisi tak melarang kegiatan tersebut, tapi menunda pelaksanaannya sampai persyaratan administrasinya dipenuhi.

Riko, sapaannya, menjelaskan surat pemberitahuan nonton film dokumenter itu baru diajukan dua hari sebelum kegiatan. Seharusnya pengajuan surat itu paling lambat tiga hari sebelum kegiatan. KTP penanggung jawab kegiatan juga tak disertakan dalam surat tersebut.

Baca Juga:

“KTP pemohon tidak ada. Kami panggil kemarin tidak datang, baru tadi hari H baru datang. Kami sarankan bukan berarti kami larang, ditunda dilengkapi dulu administrasinya, silakan diajukan kembali. Bukan larang ada kegiatan itu, tidak. Kan harus ada surat pernyataan, terus penelitian apakah itu memenuhi syarat administrasi (atau tidak),” jelas Riko.

Syarat lain yang belum dipenuhi lanjut dia, adalah surat pengantar dari desa/kelurahan setempat. Sebab, kepolisian harus menilai berapa banyak orang yang datang dan menyiapkan pengamanannya.

Demikian juga syarat menyerahkan ringkasan film, menurutnya, agar polisi mengetahui isi film itu. Riko tegas membantah izin keramaian tak diberikan karena film itu mengandung kritik kepada pemerintah.

“Bukan konteks itu, kami kan harus teliti dulu. Tidak semua izin keramaian kami keluarkan seenak begitu, nggak bisa. Kami harus teliti dulu karena terbuka untuk umum di keramaian. Kemudian kalau terbuka untuk umum mengganggu lalu lintas atau tidak, berapa personel lantas taruh di situ,” tandas Riko.

Sementara jurnalis Dandhy Laksono melalui postingan Instagram-nya menyebut penolakan serupa sudah sering terjadi.

Saat KTT ASEAN pada Mei 2023 lalu, Komunitas Rumah Tenun di Labuan Bajo menggelar Nobar serupa. Namun polisi justru meminta panitia membuat pernyataan mendukung KTT ASEAN.

“Permintaan itu ditolak (panitia). Bukan hanya karena film ‘Dragon for Sale’ tak ada urusan dengan KTT ASEAN atau event (acara) kenegaraan apapun, juga karena permintaan itu di luar urusan dan wewenang polisi,” tulis Dandhy, dikutip Sabtu, 5 Agustus 2023.(MKR)

Laman sebelumnya 1 2

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button