Dengan APBD besar dan sejumlah program ratusan miliar ditambah potensi PPM/CSR ratusan miliar setiap tahunnya, belum lagi meningkatkannya penjualan PT AMNT, seharusnya memberi dampak positif kepada masyarakat.
Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Hal itu dibuktikan dengan masih tingginya angka kemiskinan. Angka kemiskinan 15,96 persen sejak akuisisi 2017 hingga tahun 2022 turun 13,02 persen.
“Hanya turun 2.94 persen atau setara 21 ribu jiwa di tahun 2022,” ungkapnya.
“Kebijakan ketenagakerjaan yang tidak berpihak kepada masyarakat lokal,” lanjut Erry.
Baca Juga:
- Kunker ke Surabaya, Komisi III DPRD NTB Nilai Perubahan Perda Penyertaan Modal Mendesak
- Diskursus Vol VI Overact Theatre, Menguak Sejarah Teater Kamar Indonesia
- Perjalanan Kepemilikan ANTV yang Kini Lakukan PHK Massal
- Sebelum Gubernur Terpilih Dilantik, Hassanudin akan Dievaluasi Kemendagri 9 Januari 2025
Sementara itu, Vice President Corporate Communications AMNT, Kartika Octaviana mengatakan, pihaknya selalu mengikuti peraturan yang berlaku di Indonesia baik level pusat maupun daerah.
Pengakuannya, seluruh kewajiban keuangan dan perpajakan yang berlaku, selalu dikoordinasikan dengan pihak pemerintah terkait dalam pelaksanaannya.
“Sesuai dengan aturan yang berlaku dan dipantau secara ketat oleh pemerintah,” katanya kepada NTB Satu via WhatsApp.
Sementara itu terkait bagi hasil, sambung dia, PT AMNT masih menunggu adanya peraturan pelaksana teknis sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan perundang-undangan. Itu juga menjadi dasar acuan pelaksanaan pembayaran, agar tidak terjadi kesalahan perhitungan ataupun maladministrasi. “Biar tidak bertentangan dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance),” pungkasnya. (KHN)