Mataram (NTBSatu) – Komisi III DPRD NTB melaksanakan kunjungan kerja (kunker) ke Surabaya untuk memperkuat ekuitas PT Jamkrida NTB Syariah dan PT BPR NTB, Sabtu, 21 Desember 2024. Dalam kunjungan itu, dibahas pula soal urgensi perubahan Peraturan Daerah (Perda) tentang penyertaan modal.
Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi mengatakan, kondisi ekuitas di PT Jamkrida NTB Syariah (Perseroda) dan PT BPR NTB (Perseroda) masih perlu diperkuat. Hal tersebut bertujuan untuk memperluas jangkauan pelayanan kredit dan penjaminan, terutama untuk mendukung usaha rakyat kecil. Serta, penguatan modal UMKM dan koperasi, dan meningkatkan kontribusi sektor UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sambirang menjelaskan, ekuitas PT Jamkrida NTB Syariah secara nasional menempati posisi kedua terendah. Sampai dengan tahun 2024, ekuitasnya baru terpenuhi Rp39,8 miliar. Ekuitas tersebut bersumber dari modal yang Pemda setor sebesar Rp32,8 miliar, dan sumber lainnya sebesar Rp7 miliar.
Sementara, OJK mewajibkan untuk lembaga penjaminan tingkat provinsi ekuitasnya minimal Rp50 miliar. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 2/POJK.05/2017 pasal 31 ayat (2) tentang Penyenggaraan Usaha Lembaga Penjaminan.
“Untuk hal ini, OJK telah memberikan SP2 ke PT Jamkrida untuk segera memenuhi ketentuan minimal tersebut. Jika SP 2 ini diabaikan, PT Jamkrida terancam dilikuidasi seperti yang terjadi pada PT Jamkrida Bangka Belitung. Atas dasar itu, PT Jamkrida membutuhkan tambahan penyertaan modal untuk memenuhi ketentuan OJK tersebut,” ungkap Sambirang, Minggu, 22 Desember 2024.
Meskipun begitu, Sambirang menyebutkan, kinerja PT Jamkrida NTB Syariah perlu mendapat apresiasi. Dari hasil studi banding Komisi III DPRD NTB ke PT Jamkrida Bali Mandara dan PT Jamkrida Jatim, kontribusi deviden PT Jamkrida NTB Syariah relatif lebih baik daripada kedua perusahan BUMD tersebut.
Ekuitas PT Jamkrida NTB Syariah
Ekuitas PT Jamkrida NTB Syariah sebesar Rp39,8 miliar. Jumlah tersebut seperlima atau 20 persen dari nilai equitas PT Jamkrida Bali Mandara dan PT Jamkrida Jatim. Bahkan, PT Jamkrida NTB Syariah mampu memberikan deviden sebesar Rp1,5 miliar
Sambirang menyatakan, perbedaan tiga BUMD ini terletak pada kemampuan meng-cover UMKM. Dengan keunggulan ekuitas di atas Rp200 miliar tersebut, PT Jamkrida Bali Mandara mampu meng-cover penjaminan kredit sekitar 377.475 UMKM. Nilai penjaminannya sebesar Rp4,8 triliun. Kemudian, laba bersih perusahaan Rp5,2 miliar dengan gearing ratio sebesar 29,01 persen.
“PT Jamkrida Jatim dengan ekuitas Rp224 miliar mampu meng-cover 427.144 UMKM dengan nilai penjaminan sebesar Rp10.9 triliun, menghasilkan laba bersih sebesar 10,7 miliar. Sedangkan, PT Jamkrida NTB Syariah mampu menjamin Rp4,7 triliun pembiayaan yang perbankan salurkan dan meng-cover sebanyak 85,453 UMKM dari 324 ribu UMKM yang ada di NTB. Laba bersih perusahaan di atas Rp3 miliar pada tahun 2024, dengan gearing ratio sebesar 27,73 persen,” jelas Sambirang.
Lebih lanjut, kata Sambirang, kinerja aset PT Jamkrida NTB Syariah setiap tahun menunjukkan tren positif. Selain itu, nilai laba yang BUMD NTB ini hasilkan dari tahun ke tahun tetap menunjukkan tren positif dengan rata rata pertumbuhan di atas 10 persen setiap tahun.
Seiring dengan peningkatan nilai laba, tentunya nilai deviden yang disetorkan ke para pemegang saham terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan rata rata peningkatan deviden di atas 10 persen.
Dari perbandingan tersebut, dari sisi efektivitas, efisiensi dan kontribusi ke pemda, PT Jamkrida NTB Syariah secara proporsional relatif lebih baik.
“Dengan demikian, terdapat alasan yang cukup kuat untuk menambah penyertaan modal guna memenuhi ketentuan minimal ekuitas yang OJK tetapkan. Yaitu Perusahaan Penjaminan Lingkup Provinsi Wajib Memiliki Minimal Ekuitas sebesar Rp50 miliar,” tambahnya.
Ekuitas PT BPR NTB
Sambirang juga menerangkan, ekuitas PT BPR NTB yang bersumber dari modal disetor sampai dengan tahun 2024 baru terpenuhi sebesar Rp159.1 miliar. Sementara, kesepakatan modal dasarnya sebesar Rp500 miliar.
Kontribusi Pemprov NTB dalam struktur modal disetor sebesar Rp78,5 miliar atau setara 49,35 persen. Untuk kontribusi Pemda kabupaten dan kota sebesar Rp80,5 miliar atau setara 50,65 persen. Dalam hal ini, PT BPR NTB telah melampaui ketentuan minimal 25 persen ekuitas dari total modal dasar.
Namun demikian, PT BPR membutuhkan penyertaan modal tambahan dalam rangka meningkatkan kapasitas layanan. Terutama, untuk membangun dan menambah gedung kantor yang layak dan representatif.
Oleh karena itu, Sambirang menekankan, kinerja PT BPR harus mendapat apresiasi. Berdasarkan hasil studi banding ke PT BPR Jatim, Pemda Jatim telah memberikan subsidi bunga ke UMKM melalui program prokesra. Subsidi tersebut dalam bentuk penyertaan modal sebesar Rp13,8 miliar.
“Hal ini menjadi inspirasi Komisi III untuk mendorong gubernur baru dalam mem-backup UMKM, melalui program penjaminan kredit dan subsidi bunga,” tandas Sambirang. (*)