Mataram (NTB Satu) – Di dalam Lapas Kelas IIA Mataram, warga binaan ditempa menjadi produktif. Salah satunya melalui kerajinan membatik. Bekerjasama dengan SMKN 5 Mataram sebagai pengajar. Batik yang dihasilkanpun bahkan banyak dilirik oleh wisatawan, terutama wisatawan asing karena motifnya berbeda dan terbilang premium.
Kepala Lapas Kelas II Mataram, Ketut Akbar Herry Achjar ditemui di Mataram, Selasa 2 Mei 2023 menerangkan, batik merupakan seni yang diciptakan oleh leluhur, hingga akhirnya menjadi batik nasional.
Di Lombok sendiri, hanya sedikit yang memproduksi batik. Untuk itulah, peluangnya ini kemudian diambil untuk dikembangkan sebagai kontribusi mendukung dunia pariwisata, terutama di Lombok. Hasil produksi batik warga binaan ini dinilai cukup menjajikan, tidak hanya dalam negeri, tetapi hingga ke luar negeri.
“Kalau pasar ini, walaupun kita baru (produksi : red). Kemarin ada wisatawan yang datang, dapat informasi di lapas buat batik mereka datang dan satu grup pesan 40 batik,” ujar Ketut Akbar.
Tak tanggung-tanggung dari grup wisatawan asing tersebut memesan batik yang sudah dijahit menjadi pakaian. Batik Lombok yang diproduksi oleh warga binaan lapas kelas IIA Mataram ini, merupakan batik pola. Meksipun tampilannya simpel tetapi full batik dan warnanya memakai warna yang menarik.
“Pasang pasarnya selain untuk wisatawan, untuk perkantoran juga, kelompok usia muda pun bisa dipakai,” katanya.
Akbar menegaskan, untuk memproduksi batik saja dengan motif premium, bisa dilakukan dalam dua hari oleh para warga binaan bisa dengan menghasilkan dua produk batik yang sudah jadi. Sedangkan untuk harga, batik buatan warga binaan ini berkisar di atas Rp700 ribu per pcs yang masih menjadi kain.
“Untuk harga kita premium, karena kita batik tulis dan memang langsung dikerjakan. Kalau pasarnya kita di atas Rp700 ribu dan tergantung motifnya,” terangnya.
Melihat peluang dan adanya pontesi dari para warga binaan lapas kelas IIA Mataram ini, yang kemudian diberdayakan. Agar ketika mereka bebas nanti bisa memproduksi sendiri ataupun direkrut untuk menjadi pembatik. Sehingga hal tersebut menjadi awal dari pihaknya ingin membuat batik yang diproduksi oleh warga binaan lapas.
“Apalagi kemampuan dari warga binaan ini ada yang melukis di luar dan membuat tato. Itu kami berdayakan warga binaan kami yang dia punya spesifikasi melukis dan bisa bikin tato,” bebernya.
Saat ini warga binaan yang membatik jumlahnya 20 orang, dan mereka sudah bisa menghasilkan berbagai macam motif. Bahkan mulai dilirik oleh pengusaha swasta bahkan wisatawan asal China juga sudah memesan batik hasil buatan warga binaan lapas.
“Kemarin sudah ada orang asing yang ada dengar kita punya batik, dia datang ke lapas akhirnya kita layani. Itu dari China,” ungkapnya.
Salah seorang napi dalam kasus penggelapan, Ardiansyah mengatakan sebelum tersandung kasus hukum, ia seorang desainer di salah satu rumah industri kreatif, namun membatik di lapas dinilai lebih sulit karena menggunakan tangan dan kreatifitas tanpa bantuan teknologi.
“Berbeda jauh, karena dia membantik ini semuanya buatan tangan (Handmade) kalau di industri kreatif dulu kita dibantu dengan teknologi yang mempermudah dalam membuat desain, tetapi di sini murni handmade mulai dari membuat desain hingga menjiplak ke kain,”ungkapnya.
Lebih lanjut Ardiansyah mengaku, ia dan teman-teman napi lainnya diberikan pelatihan selama dua minggu dari Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 5 Mataram, mulai dari membuat pola, mencanting hingga pemberian warna.
“Kemarin kita belajar dua minggu saja untuk membatik ini, mulai dari mencanting, teknis mewarnai hingga memblok menjadikan bahan kain ini, sekitar dua minggu,” ujarnya.
Lanjut Ardiansyah, dalam membatik memiliki Teknik kesulitan di dalam setiap motif, seperti proses mencanting yang dinilai yang paling sulit dilakukan, jika salah maka proses pembatikan bisa gagal.
“Kita di utama ini pada saat proses mencanting yang paling sulit, karena kalau susah dasar mencanting putus, maka proses pewarnaanya tidak jadi,” ucapnya.
Selama membatik yang sudah ditekuni selama tiga bulan, para napi sudah membuat 40 motif khas Lombok, bermotif rumah adat sasak Lombok yakni Lumbung, peresean, Malean Sapi (Balap Sapi), Kangkung, Terumbu Karang dan Mayung (Rusa) merupakan lambang dari NTB.(ABG)
Lihat juga:
- Ketika “Wakil Tuhan” Protes Gaji Rendah
- Terkendala Cuaca dan Medan Ekstrem, Evakuasi Pendaki Jakarta di Rinjani Dilanjutkan Hari Ini
- Anggota DPRD Lombok Tengah Jadi Tersangka Pemalsuan Ijazah
- KPK Soroti Tunggakan Pajak Rp407 Juta MXGP Samota, Lahan Rp52 Miliar Dibidik Jaksa
- Kepala Diskominfotik Sumbawa Turut Meriahkan Gerakan Pangan Murah di Utan
- Pemkab Sumbawa Gandeng BUMN dan BUMD Atasi Kekeringan