Lombok Timur

Kisah Petani di Balik Tambang Pasir Besi, Ada yang Gagal Panen hingga Ingin Pindah Rumah

Mataram (NTB Satu) – Ada kisah pilu di balik kasus pasir besi di Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur. Kisah ini muncul dari seorang ibu berinisial S, petani dari wilayah setempat.

Dia mengatakan, semenjak adanya aktivitas pertambangan, hasil pertanian yang diperoleh menurun drastis.

Penyebabnya adalah banyaknya tanaman rusak karena debu hasil proses pertambangan yang dilakukan PT AMG di sekitar sawah miliknya.

“Karena itu cabai, tomat, dan sayur kol yang kami tanam banyak yang rusak. Amblas semua,” tutur S kepada ntbsatu.com dengan mata berkaca-kaca, Sabtu, 18 Maret 2023.

Padahal setiap musim panen, S mampu meraih hasil hingga 7 kuintal, bahkan lebih. Nyaris seluruh tanah yang ditanam cabai dan tomat tumbuh sumbur. Akan tetapi, kini menurun sangat drasitis.

“Jadi keuntangannya kadang ada, kadang ndak ada,” tuturnya saat ditemui ntbsatu.com.

S juga mengalami kerugian ketika musim panen tembakau tiba. Pasalnya, banyak tembakau yang ditanamnya mengalami kerusakan karena debu akibat aktivitas pertambangan.

“Jadi jarang bahkan tak ada yang mau beli tembakau kalau sudah rusak. Di situ letak kerugiannya,” sebutnya.

Merasa tidak diuntungkan, sempat muncul dalam benak S untuk meminta kerugian kepada pihak PT AMG. Namun sayang, dia dan keluarga tidak bisa melakukan apa-apa. Dia hanya berharap pemerintah agar bertindak sesuatu untuk mengehentikan aktivitas pertambangan.

“Saya juga sempat mau pindah dari sini, tapi tanah yang kami miliki cuman di sini. Ndak ada yang lain,” jelasnya.

Dia sangat menyanyangkan kejadian tersebut, padahal sawah yang digarapnya merupakan satu-satunya sumber penghsilan agar dirinya dan sang suami mampu menyekolahkan anaknya dan bertahan hidup sehari-hari.

Saat mengetahui kabar sejumlah pejabat ditangkap dan ditahan aparat penegak hukum, S mengatakan bahwa mereka pantas mendapatkan hal tersebut. Sesuai dengan yang dilakukan selama ini. “Itu upahnya (ganjarannya-red). Kualat,” tegasnya.

Dia juga berharap pemerintah agar melihat kondisi masyarakat, khususnya para petani di sekitar loikasi tambang.

“Semoga pertambangan di sekitar kami bisa berhenti. Kami tidak mau yang lain, cukup kembalikan kondisi sawah kami,” harapnya.

Pasalnya, jika aktivitas pertambangan tersebut terus dilakukan, saat itu pula masyarakat Desa Pohgading tetap dihantui rasa kecemasan.

“Kami hanya mendapatkan imbas yang jelek (buruk, red) saja, sedangkan yang baik tidak,” ucapnya

Sementara itu, Dirut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB, Amri Nuryadin mengatakan, setiap pertambangan yang ada di wilayah pesisir, akan berdampak pada lahan produktif di sekitarnya.

“Karena sudah pasti debit airnya akan berkurang, karena ada aktifitas penggalian di sana. Sehingga mengganggu terhadap lahan produktif pertania,” katanya.

Selain itu, penambangan itu juga menganggu juga aktivitas yang para nelayan. Karena nelayan sudah tidak lagi dapat menempatkan perahunya maupun sejumlah alat untuk menangkap ikan di sekitar lokasi pertambangan.

Dalam kasus pertambangan kasus pasir besi tersebut, lanjutnya, pemerintah tidak hanya bertanggung jawab tentang aktivitas pertambangan yang bermasalah.

Tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup di sekitar. “Karena setiap ada aktivitas pertambangan, sudah pasti ada kerusakan alam atau ekologi. Dan ini juga harus menjadi tanggung jawab perusahaan,” bebernya.

Belum lagi curah hujan tinggi, terdapat kubangan air yang akan membahayakan aktivitas masyarakat sehari-hari.

Menurut Amri, persoalan tambang ini tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada negara, namun juga kepada publik. “Apalagi yang berkaitan dengan lingkungan hidup masyarakat sekitar,” tutupnya. (KHN)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button