Hukrim

Kejati NTB Mulai Temukan Dugaan Korupsi Penguasaan Aset Gili Trawangan

Mataram (NTB Satu) – Kejaksaan Tinggi NTB menelusuri kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi penyelewengan aset milik pemerintah provinsi di daerah wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.
 
Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati mengatakan, pihaknya  masih melakukan diskusi dengan ahli audit terkait potensi kerugian negara.
 
“Penelusuran kerugian turut menjadi upaya kelengkapan berkas penanganan,” kata Ely pada Senin, 6 Maret 2023.
 
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan Nomor: Print-02/N.2/Fd.1/02/2022, tanggal 9 Februari 2022.
 
Meski begitu, Ely belum menyebutkan siapa ahli yang dimaksud. Selain memperkuat alat bukti, penyidik juga tengah memeriksa sejumlah saksi. Namun, penyidikan perkara dugaan kerugian negara belum mengarah kepada penelusuran tersangka.
 
“Kami belum menuju pendalaman siapa yang jadi tersangka. Saat ini kami masih memeriksa saksi-saksi, termasuk para ahli,” ungkap Ely.
 
Ely menyebutkan, pemeriksaan saksi terakhir dilaksanakan pada 25 Oktober 2022 lalu. Hal itu tertuang dalam surat Kejati NTB dengan nomor Nomor: SP-1116/N.2.5/Fd.1/10/2022, tanggal 21 Oktober 2022, yang ditandatangani Ely Rahmawati.
 
Sesuai surat tersebut, terungkap bahwa saksi yang diperiksa Kejati NTB bernama Marwi. Dia diminta menghadap tim penyidik Ema Mulyawati pada Selasa, 25 Oktober 2022.
 
Marwi diperiksa di Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.
 
Saat diperiksa, Marwi mengaku dirinya menduduki lahan yang merupakan aset pemerintah provinsi NTB itu seluas 3 are. Di sana dia mendirikan rumah dan sebuah toko usaha.
 
Alasannya, Marwi dan keluarga menyangka bahwa lahan tersebut tidak ada yang memiliki. Pasalnya, dulu kondisi lahan tersebut seperti hutan karena tak terurus.
 
Menyadari dirinya menguasai tanpa ada berkas hak kepemilikan, Marwi hanya berbekal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atas usaha toko miliknya.
 
Penanganan perkara ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat yang mengarah ke dugaan pungutan liar (pungli) sewa dan jual beli lahan secara ilegal.
 
Dugaan tersebut, berkaitan dengan lahan yang sebelumnya masuk dalam kesepakatan kontrak produksi untuk pemanfaatan hak pengelolaan lahan (HPL) milik Pemerintah Provinsi NTB.
 
Dari hasil penyelidikan, terungkap indikasi persoalan lahan tersebut mulai muncul pada tahun 1998. Hal itu terhitung sejak PT GTI mengantongi kesepakatan kontrak produksi dari Pemprov NTB.
 
Dalam periode tersebut itu juga, timbul indikasi adanya sejumlah pihak yang mengambil keuntungan pribadi. Dugaan tersebut berkaitan dengan sewa lahan secara masif dan ilegal.
 
Kini, areal seluas 65 hektare kawasan tersebut, terdapat bangunan permanen. Sebagian besar bangunan itu dijadikan sebagai ladang bisnis bagi masyarakat penunjang pariwisata.
 
Pemetaan situasi atas lahan tersebut telah dilaksanakan pihak kejaksaan. Hal itu sesuai dengan hasil Kejati NTB saat bertugas sebagai jaksa pengacara negara (JPN) untuk menyelamatkan dan menerbitkan salah satu aset di kawasan wisata di NTB.
 
Pemerintah provinsi berharap, penyelamatan aset di wilayah Lombok Utara ini segera dilakukan. Pasalnya, lahan tersebut menjadi harapan pemerintah untuk meraih keuntungan hingga triliunan rupiah melalui pendapatan asli daerah. (KHN)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button