Hukrim

Jelang Pemeriksaan Lanjutan KPK, Kontraktor Bongkar Modus Pencucian Uang Pejabat Kota Bima

Mataram (NTB Satu) – Beberapa hari lagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melanjutkan pemeriksaan kasus dugaan pencucian uang dan gratifikasi pejabat Kota Bima. Sebelum itu, salah satu saksi dari kalangan kontraktor membongkar praktik money laundering  yang diduga berpotensi merugikan keuangan negara. 

Modus dimaksud, dengan menggeser termin anggaran proyek ke sejumlah tempat, kemudian “mencucinya” dalam wujud investasi.  Sumber kontraktor itu mencontohkan, dalam proyek rehabilitasi dan rekonstruksi, pada termin pencairan, uang dipakai untuk membeli emas senilai Rp230 juta. Lantas bagaimana SPJ proyek jika volume anggaran dikurangi?  

“Itulah pintarnya orang yang membuat SPJ dan laporan laporan itu. Sehingga jadi sulit dideteksi, kecuali oleh penegak hukum. Seperti sekarang ini. Setelah diusut KPK ini baru ketahuan,” kata sumber kepada ntbsatu.com, Jumat 14 Oktober 2022 sore. 

Sebagai kontraktor yang pernah ambil bagian dari kegiatan proyek di Pemkot Bima, ia juga tahu persis siapa operator yang mengatur dan urusan teknis pembuat SPJ. 

Selain emas, aliran uang termin pembayaran proyek didistribusikan untuk membeli barang berharga lainnya. Seperti, pembelian Mobil Toyota All New Camry untuk pejabat penting di Kota Bima, tanah seluas 80 are atasnama oknum kontraktor, membeli dua unit rumah di Mataram dan Surabaya. 

“Data data ini sudah sampai di KPK,” katanya sembari menunjukkan bukti penerimaan data oleh lembaga antirasuah itu.  Bahkan data itu sudah masuk ke bagian pengaduan tahun 2020 lalu, dilengkapi bukti transfer dan rekening koran. 

Satu sumber lain pada waktu yang sama menyebutkan, proses pencucian uang dengan skema berbeda melibatkan lima toko besar di Kota Bima. Di antaranya, toko buku, toko elektronik, toko sembako, showroom mobil dan toko mebel.  Melalui toko itu seolah olah ada transaksi bisnis  berupa pembelian barang dalam jumlah besar, padahal fiktif. Uang hasil ngepul dari proyek  antara tahun 2018 – 2022 itu kemudian ditampung dalam dua rekening. 

“Dua rekening penampung itu di Surabaya dan Mataram. Jadi ke rekening penampung dulu, baru ke rekening keluarga pejabat itu,” paparnya. Ditaksirnya, nilai transaksi mencapai Rp60 Miliar. 

Bagaimana ia tahu detail dugaan transaksi mencurigakan ini? Menurut sumber kedua tersebut, selain memang temuan lapangan dan informasi dari pelaku langsung, dikuatkan dengan hasil penyelidikan KPK. 

Mengenai dampak transaksi bermasalah itu, bagaimana dampak pada proyek yang dikerjakan? Menurut sumber pertama, rata rata proyek molor, karena harus dihitung ulang dengan skenario sesuai arahan pelaku. “Salah satu contoh dampaknya, proyek relokasi korban banjir. Itu kan harusnya enam bulan, tapi molor sampai satu tahun,” pungkasnya. 

Juru Bicara Pemkot Bima melalui Dinas Komunikasi dan Informatika, Drs. H. Mahfud enggan menanggapi soal dugaan  transaksi bermasalah berujung pencucian uang itu. Sebab proses di KPK pun masih penyelidikan umum. Pihaknya akan mengeluarkan pernyataan tergantung perkembangan penanganan kasus. “Kita lihat aja, seperti apa perkembangannya,” jawabnya singkat saat dihubungi ntbsatu.com via ponsel. (HAK

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button