Oleh:
Ahmad Zuhairi, Dosen Hukum Bisnis FH Unram
Belakangan ini viral di berita maupun di media sosial terkait dengan motor Honda yang patah atau kropos rangkanya karena menggunakan rangka Enhance Smart Architecture Frame (e-SAF). Sebaliknya Rangka ini diklaim oleh PT. Astra Honda Motor (AHM) sebagai produsen memiliki keunggulan lebih ringan 8% dari rangka yang sebelumnya digunakan, sehingga lebih nyaman dan lebih irit bahan bakar. Namun bisa dilihat fakta yang ada berdasarkan video yang bisa dilihat melaui youtube atau sosial media lainnya, keunggulan itu justeru memberikan kerugian terhadap konsumen sebagai user.
Perbuatan Melawan Hukum
Lalu pertanyaannya, apakah dibenarkan perbuatan pelaku usaha yang dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen dalam transaksi yang dilakukan? Sebelum lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kerugian konsumen yang ditimbulkan oleh pelaku usaha dalam transaksi bisnis menggunakan instrumen perbuatan melawan hukum (onrecthmagite daad) yang diatur dalam Pasal 1365 yang menyatakan bahwa “tiap perbuatan yang melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan itu, mengganti kerugian tersebut”.
Secara teoritik perbuatan melawan hukum (PMH) memiliki 4 unsur yaitu; 1. Perbuatan tersebut tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tapi juga mencakup perbuatan yang melanggar hak orang lain, bertentangan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan prinsip kehati-hatian, bertentangan dengan norma atau kaidah yang berlaku. 2. Perbuatan tersebut mengandung kesalahan. 3. Mengakibatkan kerugian; dan ke-4. Terdapat hubungan sebab akibat antara kesalahan dan kerugian. Artinya bahwa meskipun tidak ada perjanjian atau kontrak dalam hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen maka instrument Perbuatan Melawan Hukum inilah yang bisa dipakai untuk memberikan perlindungan hukum bagi konsumen yang dirugikan.
Hak Konsumen dan Tanggung jawab pelaku usaha
Setelah lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), maka aturan inilah yang menjadi lex specialist hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen dalam transaksi bisnis. Dalam UUPK Pasal 4 huruf a menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, kemanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Huruf c menyatakan konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Kemudian huruf h, bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Artinya bahwa hak konsumen untuk mendapatkan keamanan, kenyamanan, dan kesalamatan adalah hak fundamental yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Jika di jalan sedang memuat barang seperti sayur atau sedang membonceng anak di depan kemudian tiba-tiba motor tersebut patah, tentu hal ini sangat berbahaya bagi kemanan dan kesalamatan konsumen, maka tentu ini melanggar hak atas kemanan dan kesalamatan konsumen. Kemudian, jika klaim Perusahaan atau pelaku usaha, dalam hal ini adalah PT. AHM, mengatakan bahwa rangka ini memiliki keunggulan lebih ringan dan lebih memiliki daya tahan yang lebih baik karena menggunakan bahan baja, akan tetapi dalam kenyataannya menyatakan sebaliknya, maka hal ini melanggar hak konsumen atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang dan/atau jasa yang akan dibeli oleh konsumen. Oleh karenanya terpenuhilah hak konsumen untuk mendapatkan ganti rugi karena barang yang diterima tidak sebagaimana penjelasan dari pelaku usaha, sebagaimana tertuang dalam huruf h tersebut.
Tanggung jawab pelaku usaha
Selain mengatur tentang hak-hak konsumen, UUPK juga mengatur tentang kewajiban dari pelaku usaha yang tertuang dalam Pasal 7. Huruf a menyatakan bahwa pelaku usaha berkewajiban untuk beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Selanjutnya dalam huruf d menyatakan pelaku usaha berkewajiban menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Itikad baik punya arti kejujuran pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya, artinya tidak hanya orientasi keuntungan semata tapi juga memperhatikan kualitas barang dan/atau jasa yang dijual dan tidak membahayakan konsumen ketika memakai barang dan/atau jasa yang dibeli. Selain itu, itikad baik artinya adalah kepatutan. Jika rangka motor itu merupakan komponen penting, tentu tidak cukup memberikan garansi hanya satu tahun. Karena rangka motor adalah komponen penting yang seharusnya bisa dipakai sepanjang usia kelayakan motor tersebut. Dikethaui bahwa sepanjang pengalaman sebelumnya, bahwa rangka motor adalah komponen yang tidak pernah diganti, kecuali kecelakaan dahsyat yang membuat kendaraan remuk atau hancur. Sehingga seharusnya garansi rangka tidak cukup hanya satu tahun melainkan sepanjang usia kelayakan kendaraan bermotor tersebut. Namun ironisnya, di satu sisi harga motor matic honda semakin hari semakin mahal, tapi di sisi lain hal itu tidak diimbangi dengan jaminan peningkatan kualitas.
Perbandingan di luar negeri
Sebagai perbandingan perlindungan konsumen di luar negeri. Baru-baru ini pada bulan maret di Florida, pengadilan Amerika mengadili perkara kasus Burger King. Brand Burger King merupakan perusahaan kuliner raksasa. Dia dituduh Burger Whopper yang diproduksi tidak sesuai seperti ukuran foto yang diiklankan, ukurannya 35% lebih besar diiklan dengan kenyataannya. Hal itu dianggap menyesatkan konsumen. Selain Burger King, pada awal tahun 2023 Taco Bell juga digugat di pengadilan Amerika atas tuduhan penjualan Pizza karena diduga berisi setengah dari isi yang diklankan. Perusahaan kuliner raksasa juga mendapat gugatan yaitu Mc. Donald dan Wendy’s karena memiliki ukuran 15% lebih besar diiklan yang ditayangkan di TV dan online daripada ukuran yang sebenarnya. Meskipun dalam perkara Burger King pengadilan menolak gugatan class action konsumen, akan tetapi hal itu menggambarkan bahwa konsumen di Amerika sangat kritis terhadap produk-produk yang dijual oleh pelaku usaha. Paling tidak dengan gugatan-gugatan tersebut pelaku usaha bisa lebih berhati-hati dalam mengiklankan atau menjual produk barang dan/atau jasa yang dijual di masyarakat.
Upaya Hukum Konsumen Yang Efektif
Tidak mudah menjadi konsumen yang berani menuntut haknya karena dirugikan oleh pelaku usaha, di samping karena kerugian tidak terlalu tinggi, tapi juga posisi konsumen yang lemah jika berhadapan dengan pelaku usaha. Tentu konsumen tidak mungkin membayar pengacara karena kerugian hanya 100 rb, 1 juta atau 20 juta rupiah atau seharga motor. Tentu kerugian itu terlihat sedikit kalau kita melihat kerugian hanya satu orang atau tunggal. Tapi bagaimana jika terjadi kasus yang sama terhadap puluhan, ratusan atau ribuan bahkan jutaan konsumen. Jika diakumulasi tentu ini akan berjumlah besar. UUPK lahir untuk memberikan perlindungan bagi konsumen agar kritis dan berani dalam menuntut hak-haknya jika dirugikan oleh pelaku usaha. Jika pelaku usaha tidak me “recall” produknya yang gagal produksi atau berpotensi melanggar hak-hak konsumen, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen yaitu pertama, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) selaku badan yang dibentuk oleh pemerintah melalui UUPK yang diberi tugas untuk memberikan saran dan rekomendasi kepada lembaga pemerintah melalui kementerian terkait untuk mengambil langkah-langakah untuk mencegah terjadinya kerugian konsumen yang lebih besar. Kedua, BPKN harus segera melakukan penelitian terkait rangka e-SAF ini sebagai bukti pembanding jika nanti dibutuhkan, karena memang salah satu tugas dari BPKN adalah adalah melakukan penelitian terhadap barang/jasa yang menyangkut keselamatan konsumen.
Selain upaya dari Lembaga pemerintah, UUPK memberikan dua cara penyelesaian konsumen jika dirugikan yaitu melalui non-litigasi, melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), atau melalui litigasi. Lalu bagaimana cara yang efektif? Cara efektif dalam menuntut kerugian konsumen jika itu menimpa konsumen dalam jumlah yang banyak yaitu dengan gugatan class action atau gugatan kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UUPK. Kenapa ini lebih efektif karena dibandingkan dengan gugatan secara individu, gugatan kelompok terlihat lebih besar dan dapat meningkatkan posisi tawar di hadapan pelaku usaha, ibarat ikan tri melawan ikan paus, jika ikan tri mau selamat maka dia harus Bersatu agar terlihat besar dan hal ini tentu akan mendapat atensi serius dari publik dan pemerintah. Kemudian, tidak semua konsumen harus datang ke pengadilan melainkan diwakili oleh beberapa perwakilan saja yang ditunjuk sesuai kesepakatan. Kita bisa melihat keefektifan Class Action dalam kasus penyalah gunaan data pribadi oleh Facebook, yang mana perusahaan terbesar di dunia di bidang medias sosial tersebut harus mengganti kerugian sebesar 725 Juta Dollar Amerika atau setara dengan Rp. 11,2 triliun atas tindakan memberikan tindakan pihak ketiga, termasuk Cambrigde Analytica, mengakses informasi pribadi pengguna Facebook. Contoh itu tentu memberikan pelajaran bahwa jika konsumen bersatu akan lebih kuat dalam menghadapi perusahaan raksasa sekalipun.
Ahmad Zuhairi,
Dosen Hukum Bisnis FH Unram.
Instagram: Zuhairi_law
Facebook: Ahmad Zuhairi
