Mataram (NTB Satu) – Provinsi NTB bisa menutup dari dengan cara menyetop hewan ternak dari luar daerah yang masuk. Hal ini dilakukan guna mengantisipasi penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.
Di Pulau Lombok sendiri, penyakit mulut dan kuku pada sapi ini bahkan sudah ditemukan gejalanya. Namun untuk memastikannya, harus menunggu hasil laboratorium.
“Sudah dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui jenis penyakitnya ke Lab BBVET Denpasar dan PUSVETMA Surabaya, 2 hari lagi hasil lab akan diumumkan,” jelas Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi NTB, drh. Khairul Akbar, Rabu 11 Mei 2022.
Diketahui, puluhan ekor sapi di Kecamatan Praya Tengah, Kabupaten Lombok Tengah, diduga terkena virus dengan gejala yang hampir sama dengan wabah PMK yang sedang merebak di Jawa Timur. Meski tidak ada yang sampai mati, namun penyebaran virus tersebut tetap harus diwaspadai.
Disnakeswan Provinsi NTB juga telah mengeluarkan edaran ke dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan di kabupaten/kota, sebagai tindaklanjut dari surat Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI No 06005 tanggal 6 Mei 2022, perihal surat edaran peningkatan kewaspadaan terhadap PMK.
Dan mengamati tingginya arus lalu lintas hewan ternak dan produknya antar provinsi guna mencukupi kebutuhan daging di NTB, maka dipandang perlu dilakukan antisipasi dan pencegahan risiko yang dapat merugikan peternak.
Beberapa langkah antisipasi dimaksud yang disarankan juga ke kabupaten/kota diantaranya, dengan pembatasan lalulintas hewan rentan seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan produk hewan dan media pembawa penyakit yang berisiko tinggi masuk dan keluar dari daerah wabah.
Selanjutnya, melakukan pengawasan dan pengendalian lalulintas hewan dan produk hewan serta fasilitas/peralatan dan bahan yang terkontaminasi serta melaksanakan penolakan terhadap ternak sapi dari daerah wabah.
Mengimplementasikan praktik dan penerapan prinsip-prinsip biosekuriti di peternakan hewan seperti isolasi hewan sakit/terduga sakit, sanitasi (cleaning dan disinfeksi) dan kontrol pergerakan hewan/pengawasan lalulintas hewan dan produk hewan.
Meningkatkan upaya respon cepat pengendalian hewan menular dengan melakukan isolasi hewan sakit, vaksinasi,pengobatan, pemberantasan vector, penguburan/pembakaran bangkai hewan tertular, serta pembersihan dan disinfeksi.
Selain itu, meningkatkan surveilans, investigasi, pengambilan sampel, dan pengujian untuk mengidentifikasi sumber penularan, faktor risiko, gambaran epidemiologi penyakit dan penyebab kematian hewan ternak.
“Segera juga merespon dan melaporkan jika ada kejadian / kasus hewan ternak sakit atau mati di lapangan. Serta mensosialisasikan kepada masyarakat terhadap ancaman penyakit,” demikian kepala dinas.(ABG)