Mataram (NTB Satu) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB meminta Kementrian Agama (Kemenag) RI mencabut atau menarik rencana soal logo halal yang baru. Permintaan tersebut muncul lantaran logo halal yang diterbitkan kurang memenuhi aspek tujuan dari logo itu sendiri.
“Yang namanya logo harus jelas dan dimengerti oleh pembeli atau pengguna produk. Mereka tau barang itu halal atau haram,” kata Ketua Umum MUI NTB, Prof. H. Saiful Muslim dikonfirmasi ntbsatu.com, Kamis, 17 Maret 2022.
Menurutnya, logo halal baru yang sedang viral saat ini menggunakan tulisan yang tidak umum sehingga tidak dikenal dan tidak diketahui oleh masyarakat awam.
Bahkan ia mengatakan, para pakar kaligrafi menilai logo halal dengan sentuhan kaligrafi itu lebih mirip dengan tulisan ‘Halaka’ yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘binasa’.
“Ditarik saja, diganti dengan logo yang jelas dan tegas. Tidak bisa dibedakan antara halal atau halaqa (binasa),” imbuh Saiful.
Tidak hanya sudah terbiasa dengan logo halal sebelumnya, logo baru seharusnya bukan hanya sekadar indah namun harus dapat dipahami masyarakat awam. Yang artinya tulisan halal harus jelas sehingga bisa dibaca oleh siapa pun.
Saiful menjelaskan, ketika logo halal baru ini sah digunakan, maka untuk produk-produk yang masih memakai logo lama masih berlaku hingga empat tahun ke depan. “Masih berlaku kok yang lama,” tandasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, penetapan dan penerbitan label halal saat ini menjadi kewenangan Kemenag sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH)
Adapun peran MUI tetap sebagai lembaga pemberi fatwa seperti yang selama ini berlaku. “Sekarang penerbitan logo sudah menjadi kewenangan Kemenag. Kami di MUI yang memberikan fatwa,” pungkasnya. (DAA)