Hukrim

Oknum Brigadir Cabul Ditahan, Polisi Tunggu Hasil Visum

Mataram (NTBSatu) – Kasus dugaan rudapaksa yang dilakukan oknum polisi TO (26) terhadap salah satu mahasiswi beberapa waktu lalu terus berproses di Polda NTB.

Kabid Humas Polda NTB, Kombes pol Rio Indra Lesmana mengatakan, polisi berpangkat brigadir itu sudah ditahan. “Sudah kami tahan di Propam,” katanya kepada wartawan.

Setelah laporan diterima, sambung Rio, pihaknya langsung mengambil meminta keterangan TO tersebut. Keterangan dari terlapor, dia melakukan aksinya didasarkan rasa suka sama suka. Polisi yang sudah beristri itu membantah melakukan rudapaksa kepada mahasiswi yang tinggal di kos miliknya.

Tapi, alasan TO tidak bisa dibenarkan. Tindakan tidak terpuji TO itu dinilai mencoreng nama baik Polda NTB. Polisi saat ini sedang mendalami apakah tindakan itu memang suka sama suka atau rudapaksa.

“Apapun alasannya itu tetap salah. Karena dia kan sudah berkeluarga. Aksinya tetap mencoreng nama baik kepolisian. Kami masih tetap melakukan pendalaman apakah betul itu suka sama suka atau rudapaksa,” jelas Rio.

IKLAN
Berita Terkini:

Jika terbukti bersalah melakukan rudapaksa, RO akan diberi sanksi tegas. Begitu juga tidak terbukti, Rio mengaku tetap akan memberi sanksi tegas akan diberikan kepada oknum polisi cabul ini.

“Masalahnya dia ini sudah berkeluarga. Dia sudah punya istri,” tegas Kabid Humas.

Selain menahan TO, saat ini juga pihaknya masih menunggu hasil visum rumah sakit. “Kalau terbukti nanti masuk pidana vonis hukumannya lebih dari tiga bulan, maka dia akan dilakukan PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat). Tapi kami tentu menunggu hasil persidangan,” tandasnya.

Sebelumnya, kuasa hukum korban inisial PU, M Tohri Azhari meminta kepolisian mengusut tuntas kasus ini. Hal itu setelah korban mengaku di-rudakpasa sebanyak dua kali.

Korban diketahui tak berdaya menghadapi tindakan pelaku karena mendapat ancaman. PU khawatir, jika melawan atau berteriak dengan kondisi sepi, dirinya akan dibunuh. Hal itu mengingat banyaknya kasus rudapaksa berujung pada pembunuhan.

“Klien kami tidak berani berteriak karena takut dicekik dan dibunuh,” aku Tohri. (KHN)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button