Empat Bulan, 231 Pengaduan PMI Bermasalah asal NTB
 
						Mataram (NTB Satu) – Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Provinsi NTB (BP2MI), Mangiring Hasoloan Sinaga, mengatakan non prosedural menjadi salah satu penyebab maraknya Pekerja Migran Indonesia (PMI) illegal.
“Mindset masyarakat yang ingin mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar secara cepat tanpa melalui prosedur yang tepat, membuat masyarakat gegabah dan gampang terbuai akan janji agen illegal,” ungkap Sinaga pada NTBSatu, Kamis 28 April 2023.
Sinaga menghimbau masyarakat lebih bijak. Sebab resiko menjadi PMI non Prosedural atau Ilegal sangat sulit. Diantaranya rentan eksploitasi, tidak digaji, pemutusan hubungan kerja sepihak hingga berujung kematian.
Dilansir dari Capaian BP2MI NTB, periode 1 Januari – 26 April 2023, ada 231 Pengaduan terkait Pekerja Migran Indonesia asal NTB.
Jenis masalah yang diadukan seputar pencegahan sejumlah 81 pengaduan, 48 masalah deportasi, 22 pengaduan karena meninggal sakit, 14 masalah PMI sakit dan tindak pidana perdagangan orang sebanyak 9 Kasus.
Jumlah pengaduan yang berhasil selesai sebesar 79,7 persen dan 20,3 persen masih dalam proses.
Dalam meminimalisir jumlah PMI illegal, BP2MI aktif melakukan sosialisasi melalui kalangan umum dan lembaga pendidikan.
Hingga April 2023 ini tercatat 11 sosialisasi yang telah dilakukan. Sinaga menuturkan peran perangkat desa juga sangat penting dalam mengatasi permasalahan ini.
“Kami berharap perangkat desa sebagai garda terdepan dan terdekat dapat membantu membimbing warganya agar tidak terbujuk rayuan calo. Dengan begitu masalah PMI Ilegal dapat diminimalisir,” tutupnya. (STA)
Lihat juga:
- Penggunaan LPG 3 Kilogram Dilarang, ASN Pemprov NTB Sudah Bisa Tukar ke Non-Subsidi
- Masuk Musim Pancaroba, Kasus Influenza A Meningkat di Mataram
- Konsorsium Jurnalisme Aman Kecam Mentan Amran Gugat Tempo Rp200 Miliar dan Serangan Digital ASN
- Dewan Apresiasi Program Poliklinik Sore Dinkes Mataram, Layanan Kesehatan Kini Lebih Fleksibel
- MKD DPR Siap Sidangkan Lima Anggota Dewan Nonaktif, Termasuk Sahroni dan Nafa Urbach
- Matinya Demokrasi Kampus saat Ruang Akademik Kehilangan Esensi Daya Kritisnya
 
				 
					 
  

