Mataram (NTB Satu) – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) NTB Itratip kembali menegaskan bahwa tempat ibadah jangan dijadikan untuk kegiatan politik praktis. Sebab tempat ibadah merupakan fasilitas yang berhak diakses oleh siapa saja, sehingga tidak boleh ada pihak-pihak yang menggunakannya untuk tujuan-tujuan tertentu.
“Yang jelas berkampanye di tempat ibadah dilarang,” tutur Ketua Bawaslu NTB Itratip kepada NTB Satu.
Itratip juga menambahkan dalam pelaksanaan Pemilu 2024 ini, sudah sepatutnya segenap bangsa Indonesia bersama-sama mengurangi politisasi isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
“Termasuk larangan kampanye yang menyinggung SARA,” tambahnya.
Seperti yang tertera dalam peraturan bahwa larangan mengenai aktivitas kampanye di tempat ibadah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Berdasarkan UU Pemilu itu aktivitas kampanye di tempat ibadah dapat dijerat sanksi pidana.
Ditanya mengenai ada salah satu partai politik yang menggunakan rumah ibadah, Itratip mengatakan bahwa akan dilihat dulu kasusnya seperti apa, sehingga jika terdapat hal-hal yang melanggar, maka Bawaslu akan mengambil langkah untuk mencegah hal tersebut.
“Kita akan lihat nanti kasusnya seperti apa,” kata Itratip.
Sebelumnya, penggunaan tempat ibadah ditengarai akan digunakan oleh Partai Ummat sebagai penyaluran ide politiknya. Langkah Partai Ummat tersebut untuk menggunakan tempat ibadah sebagai penyaluran Ide politiknya ditentang oleh sejumlah pihak.
Partai Ummat beralasan seperti yang disampaikan oleh ketua umum Partai Ummat NTB Yuliadin, bahwa tidak ada yang salah dalam penggunaan tempat ibadah dalam menyampaikan politik gagasan, yang terpenting tidak menggunakannya untuk memprovokasi dan menghujat lawan-lawan politik.
“Sudah jelas, kalau ketua umum itu katakan bahwa kita akan gunakan masjid sebagai politik gagasan, yang tidak boleh itu adalah politik praktis di masjid,” tegas Yuliadin. (ADH)