Mataram (NTBSatu) – Video viral pasangan remaja asal Lombok yang mengikuti prosesi pernikahan adat Sasak menuai sorotan tajam publik. Dalam video tersebut, pasangan muda tampak mengenakan pakaian adat berwarna hitam dengan iringan musik tradisional, berjalan diiringi puluhan warga menuju rumah mempelai perempuan.
Sebagai informasi, pengantin perempuan berinisial YL masih berusia 15 tahun dan berstatus siswi SMP. Sementara pengantin laki-laki RN berusia 16 tahun dan duduk di bangku SMK. Keduanya berasal dari Lombok Tengah.
Acara tersebut berlangsung di salah satu desa di Kecamatan Praya Timur dan menjadi perbincangan luas di media sosial.
Menanggapi fenomena ini, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi memberikan pernyataan tegas melalui akun media sosial pribadinya. Ia menjawab keresahan masyarakat yang mempertanyakan praktik pernikahan dini di Lombok.
“Secara agama, saya berpandangan bahwa pendapat ulama yang melarang pernikahan di bawah umur adalah yang paling kuat di masa sekarang, baik secara syar’i maupun undang-undang,” ujar TGB, mengutip Kamis, 29 Mei 2025.
TGB mengutip pandangan Darul Ifta Al-Mashriyah dan tokoh ulama seperti Syaikh Ali Jum’ah yang mendukung larangan pernikahan dini karena mengandung banyak mudarat.
Ia juga menyoroti adat Sasak yang memiliki dua jalur pernikahan, yaitu belakoq (meminta izin secara baik-baik) dan tepelaiq (membawa lari). Menurutnya, prosesi tepelaiq atau merariq saat ini kerap disalahgunakan dan membawa banyak dampak negatif.
“Merariq ini seringkali menjadi ajang eksploitasi anak perempuan. Banyak yang putus sekolah, mendapat sanksi sosial, bahkan menimbulkan konflik keluarga,” kata Gubernur NTB dua periode itu.
Hilangkah Praktik Tepelaiq
Melihat dampak negatif tersebut, TGB menyerukan agar masyarakat Lombok menutup pintu praktik tepelaiq dan hanya membuka jalur pernikahan melalui belakoq.
“Kita, sebagai tokoh agama dan budaya, harus menyatakan bahwa mulai sekarang satu-satunya prosesi pernikahan yang sah dan sesuai adat adalah yang melakukannya (meminta) secara baik-baik,” tegasnya.
Polda NTB pun telah menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti kasus pernikahan usia dini ini.
Aparat kepolisian terus mengumpulkan bukti dan meminta keterangan dari pihak-pihak terkait guna memastikan penanganan yang tepat.
Fenomena ini kembali menyoroti pentingnya edukasi dan pengawasan terhadap praktik pernikahan usia dini di daerah.
Pemerintah daerah, tokoh agama, dan masyarakat, harapannya bisa bekerjasama dalam menghentikan tradisi yang merugikan generasi muda tersebut. (*)