Mataram (NTBSatu) – Pemerintah Provinsi NTB merancang APBD 2025 dalam kondisi defisit sebesar Rp30,5 miliar. Meskipun begitu, target pendapatannya mencapai Rp26.115,80 miliar.
Namun hingga akhir Triwulan I 2025, keuangan daerah justru mencatatkan surplus kas sebesar Rp951 miliar. Hal ini ditopang oleh sisa anggaran tahun-tahun sebelumnya (SiLPA) yang masih tersedia sebesar Rp914,02 miliar.
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi NTB, Ratih Hapsari Kusumawardani mengatakan, kondisi ini merupakan peluang besar bagi daerah.
“Surplus kas ini harus untuk mempercepat program-program prioritas yang berdampak langsung ke masyarakat,” kata Ratih, Senin, 28 April 2025.
Adapun dari sisi pendapatan, realisasi hingga akhir Maret 2025 mencapai Rp2.407,32 miliar atau 9,22 persen dari target. Angka ini menurun 22,32 persen daripada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan terjadi di semua sumber pendapatan. Seperti, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang turun 12,51 persen dan pendapatan transfer dari pemerintah pusat yang turun 23,26 persen.
Ratih menyebut, penurunan pendapatan ini menjadi tantangan serius yang harus diatasi. Terutama terkait akurasi data wajib pajak, penyempurnaan aturan retribusi, serta pengaturan jadwal penyaluran dana transfer dari pusat.
Dari sisi belanja, realisasi belanja daerah baru mencapai Rp1.456,32 miliar atau 5,57 persen dari pagu anggaran. Turun 28,41 persen dibanding tahun lalu.
Penurunan terbesar terjadi pada belanja transfer (-83,96 persen), belanja barang dan jasa (-28,20 persen), serta belanja pegawai (-17,78 persen).
“Di awal tahun biasanya ada keterlambatan belanja. Karena proses administrasi seperti pengadaan barang/jasa yang belum selesai, serta adanya kehati-hatian mengikuti kebijakan efisiensi belanja pemerintah pusat,” jelas Ratih.
Meski belanja operasional turun, belanja modal justru tumbuh 5,74 persen. Hal ini menunjukkan komitmen Pemerintah Daerah (Pemda) memperkuat pembangunan infrastruktur jangka panjang.
Ratih menekankan bahwa pengelolaan kas daerah harus lebih produktif, tidak hanya mengendap di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD).
“Manajemen kas yang cermat sangat penting. Dana kas bisa untuk membentuk dana abadi daerah, penyertaan modal ke BUMD, atau mendukung program pemberdayaan UMKM dan ekonomi lokal,” ujarnya.
Alokasi Dana TKD 2025
Sementara itu, alokasi dana Transfer ke Daerah (TKD) untuk NTB tahun 2025 mencapai Rp19,48 triliun. Hingga Maret 2025, realisasi TKD sudah 25,90 persen.
Di beberapa daerah, ketergantungan terhadap dana transfer pusat masih sangat tinggi. Seperti Kabupaten Bima (99,38 persen), Lombok Timur (98,71 persen), dan Kota Bima (96,06 persen).
Sebaliknya, Kota Mataram menunjukkan upaya untuk memperkuat pendapatan sendiri dengan realisasi TKD hanya 27,54 persen.
Di sektor Dana Desa, realisasi cukup tinggi terutama di Kabupaten Lombok Utara (56,47 persen) dan Lombok Tengah (44,81 persen). Dengan harapan bisa mendorong pembangunan desa secara lebih merata dan inklusif.
Ratih menegaskan pentingnya memperkuat kemandirian fiskal daerah. “Belanja daerah bukan hanya soal menghabiskan anggaran. Tetapi harus menjadi motor penggerak ekonomi, mendorong pertumbuhan yang merata, dan mengurangi kesenjangan antarwilayah,” tutupnya. (*)