Mataram (NTBSatu) – Provinsi NTB tengah menghadapi tantangan ekonomi ganda, dampak ekspor melemah dan konsumsi domestik yang belum sepenuhnya pulih.
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan pun telah mengucurkan tambahan dana, untuk menggerakkan ekonomi lokal di tengah tantangan tersebut. Jumlahnya sebesar Rp277,6 miliar.
Meskipun begitu, perputaran ekonomi lokal belum menunjukan akselerasi yang signifikan. Sebab, berdasarkan data Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendahraan (Kanwil DJPb) Provinsi NTB, sebagian besar dana tersebut masih tersimpan di kas daerah. Bahkan, belum tersarlukan secara optimal.
“Saat ini, saldo dana pemerintah daerah (SiLPA) di NTB mencapai Rp3,11 triliun. Belum termasuk Rp2,52 triliun dari kas pemerintah pusat,” ujar Kepala Kanwil DJPb Provinsi NTB, Ratih Hapsari Kusumawardani, Senin, 28 April 2025.
Dalam diskusi fiskal terbaru, Ratih menekankan pentingnya mempercepat pemanfaatan dana kas yang berjumlah Rp5,63 triliun tersebut.
“Harus ada keberanian untuk menggerakkan dana ini langsung ke masyarakat. Terutama untuk memperkuat sektor-sektor produktif yang memiliki multiplier effect,” ujarnya.
Dalam kondisi ini, pendekatan baru perlu segera diimplementasikan. Bantuan sosial yang sebelumnya bersifat konsumtif perlu direformulasi menjadi bantuan produktif.
“Kita perlu mengubah pendekatan. Bantuan sosial seharusnya dapat menjadi pintu masuk pemberdayaan ekonomi masyarakat,” tutur Ratih.
Sejalan dengan itu, pihkanya mendorong pemerintah daerah mengarahkan bantuan berupa alat produksi kepada petani, memberikan subsidi modal kepada UMKM perempuan. Serta, menawarkan insentif bagi pelaku usaha mikro di daerah pariwisata dan pesisir.
Soroti Penggunaan Belanja Berbasis Data Spasial
Di sisi lain, Kanwil DJPb Provinsi NTB menyoroti pentingnya penggunaan belanja berbasis data spasial dengan dua prioritas alokasi anggaran. Yakni pada kantong-kantong kemiskinan dan daerah dengan inflasi tertinggi.
“Program seperti PKH, BLT Dana Desa, KUR, hingga pelatihan vokasi harus dijalankan secara terkoordinasi. Agar lebih efektif dan tidak saling tumpang tindih,” tambah Ratih.
Sementara itu, kebutuhan dasar masyarakat mulai dari akses pangan terjangkau hingga infrastruktur publik terus mendesak.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Ratih mengusulkan beberapa langkah strategis. Yakni memproduktifkan SiLPA dan mempercepat pembangunan infrastruktur dasar.
Dengan memanfaatkan saldo kas untuk mendanai program strategis seperti subsidi logistik bahan pokok, program sembako murah. Kemudian, bantuan permodalan ultra mikro melalui koperasi atau lembaga keuangan lokal.
“Kita harus mengubah saldo kas menjadi energi ekonomi. Dana ini bisa menjadi stimulan nyata bagi sektor riil di daerah,” ujar Ratih.
Selain itu, pemerintah daerah dapat memprioritaskan pembangunan jalan desa, irigasi kecil, dan sarana air bersih untuk peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat desa.
“Pembangunan infrastruktur yang sederhana tetapi tepat sasaran, akan langsung menggerakkan ekonomi desa dan meningkatkan daya saing daerah,” pungkasnya. (*)