Mataram (NTBSatu) – Lima mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Mataram atau FAI Ummat kembali menorehkan prestasi cemerlang di kancah internasional. Yakni, pada ajang Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Internasional Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) VI, yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Senin, 2 September 2024.
Prestasi Mahasiswa FAI Ummat
Lima mahasiswa yang meraih prestasi tersebut, di antaranya Wahyu Fahmi Arsyad dari Program Studi Pendidikan Bahasa Arab. Ia meraih juara II Lomba Hifzul Qu’ran.
Kedua, Wafa Olivia dari Program Studi Pendidikan Bahasa Arab memenangkan juara harapan III Lomba Tilawatil Qur’an Putri. Tiga mahasiswa lainnya dari Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Intan Taman Madhini, Reni Astika, dan Astusi. Mereka berhasil merebut juara II Lombok Film Pendek dengan karya berjudul “Kata Lana”.
Proses di Balik Pembuatan Film Kata Lana
Produser Film Kata Lana, Intan Tamara Madhini menceritakan tentang perjuangannya timnya dalam membuat film.
“Film tersebut mengangkat cerita tentang seorang anak bernama Lana yang tinggal bersama ayahnya, setelah ibunya meninggal dunia. Lana memiliki impian besar untuk bisa membaca surat dari mendiang ibunya, namun keinginan tersebut sering kali ditolak oleh ayahnya. Lana akhirnya bertemu dengan seorang pemulung yang dengan sabar mengajarinya membaca, hingga ia berhasil membaca surat ibunya yang penuh dengan pesan moral,” tutur mahasiswi kelahiran Mataram ini.
Intan menjelaskan, pesan moral dari film Kata Lana adalah kecerdasan bukan hanya soal nilai akademis. Tetapi juga soal karakter.
“Belajar itu bisa di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja,” katanya.
Intan pun berharap, film ini dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat. Terutama, dalam memberikan pendidikan yang inklusif dan merata bagi setiap anak.
Selain itu, ia juga menyampaikan harapannya agar film ini dapat membuka mata para pendidik. Kalau setiap anak memiliki hak yang sama untuk belajar, tanpa diskriminasi.
“Saya berharap film ini bisa menjadi cerminan bagi para guru agar tidak memandang bulu dalam mengajar. Serta, tidak membedakan antara siswa yang pintar atau kurang mampu secara akademis,” harap Intan.