Politik

Isi Surat Purnawirawan TNI yang Dikirim ke MPR dan DPR: Desak Pemakzulan Gibran

Jakarta (NTBSatu) – Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyurati DPR dan MPR RI, pada tanggal 26 Mei 2025. Surat bernomor 003/FPPTNI/V/2025 itu ditujukan kepada Ketua MPR RI, Ahmad Muzani dan Ketua DPR RI, Puan Maharani.

Isi surat tersebut, meminta DPR dan MPR RI untuk memporses pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari posisi Wakil Presiden.

“Dengan ini, kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden. Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” demikian bunyi surat tersebut dikutip Selasa, 3 Juni 2025.

Yang menandatangani surat tersebut empat purnawirawan, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan. Kemudian, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

IKLAN

Para Purnawirawan Prajurit TNI mengatakan, mereka bagian dari masyarakat sipil yang menjunjung tinggi konstitusi, etika kenegaraan, dan prinsip demokrasi yang sehat.

Mereka menyampaikan, pandangan hukum terhadap proses politik dan hukum yang mengantarkan Gibran Rakabuming Raka menjadi Wakil Presiden RI 2024-2029. 

Celah Hukum Pemakzulan Gibran

Forum Purnawirawan Prajurit TNI menggunakan empat dasar hukum yang membuka celah di mana Wakil Presiden berkuasa dapat dilengserkan.

Salah satu dasar hukum untuk dapat mencopot Wakil Presiden berkuasa adalah UUD 1945 Amandemen III Pasal 7A. 

Di dalam pasal tersebut, tertulis MPR dapat memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya atas dasar usulan dari DPR.

“Baik apabila (Wakil Presiden berkuasa) terbukti telah melakukan pelanggaran hukum. Berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela. Maupun apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wakil Presiden,” demikian isi pasal tersebut. 

IKLAN

Menyoal Putusan MK No 90PUU-XXI/2023

Lebih lanjut, Forum Purnawirawan Prajurit TNI mencantumkan empat argumentasi hukum mengapa perlu melengserkan Gibran dari kursi Wakil Presiden. Pertama, adanya pelanggaran hukum, etika publik dan konflik kepentingan. 

“Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui perubahan batas usia Capres-Cawapres dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Proses tersebut dinilai telah melanggar UU Nomor 48 Tahun 2009 mengenai kekuasaan kehakiman, dinyatakan tidak sah (cacat hukum). Karena Ketua Hakim MK yang memutus perkara adalah paman dari Saudara Gibran Rakabuming Raka,” demikian isi dokumen tersebut. 

Dengan begitu, Gibran juga telah melanggar kode etik dan perilaku hakim. Dasar argumentasi hukum kedua yakni putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). 

“Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap Pasal 169 huruf q menyatakan UU Pemilu yang dalam putusan tersebut Anwar Usman sebagai ketua majelis yang sekaligus merupakan paman yang mempunyai hubungan keluarga dengan Gibran. Seharusnya wajib mengundurkan diri,” kata dokumen tersebut. 

Oleh sebab itu, lewat putusan MKMK, Anwar dinyatakan bersalah telah melanggar kode etik dan perilaku hakim. Forum Purnawirawan Prajurit TNI turut mendorong, untuk memeriksa kembali putusan MK Nomor 90 dengan susunan majelis hakim yang berbeda. 

“Dengan demikian masih dapat diajukan untuk diperiksa kembali melalui DPR sebagaimana Pasal 17 ayat 7 UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal ini tidak mengatur ketentuan kedaluwarsa,” demikian tertulis di dalam dokumen. 

Kepantasan Gibran hingga Dugaan KKN

Argumen hukum ketiga, yakni pengalaman dan kapasitas Gibran untuk memimpin sebagai Wakil Presiden sangat minim. Ia hanya dua tahun menjadi Wali Kota Solo. Selain itu, pendidikan dan ijazahnya patut diduga kuat tidak jelas. 

“Sangat naif bagi negara ini bila memiliki seorang Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas memimpin rakyat Indonesia sebesar ini,” kata dokumen itu.

Para Purnawirawan Prajurit TNI membayangkan, bila presiden berhalangan tetap, maka Gibran yang disebut tidak pantas akan menggantikan posisi presiden.

Argumen hukum keempat, adanya dugaan kasus korupsi Gibran dan Kaesang Pangarep. Dugaan korupsi itu pernah dilaporkan oleh Ubedilah Badrun pada 2022 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

“Sangat amat patut diduga KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), terjadi berkaitan dengan adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura ke perusahaan rintisan kuliner Saudara Joko Widodo,” katanya. 

Forum Purnawirawan Prajurit TNI turut mendorong, parlemen agar menindaklanjuti dugaan korupsi yang melibatkan Jokowi dan keluarganya. Parlemen, kata Purnawirawan Prajurit TNI, bisa memerintahkan aparat penegak hukum. (*)

Alan Ananami

Jurnalis Nasional

Berita Terkait

Back to top button