Mataram (NTBSatu) – Nuryanti, mahasiswi semester empat Program Studi PGSD STKIP Taman Siswa (Tamsis) Bima berhasil mengharumkan nama kampus lewat olahraga silat.
Perempuan asal Desa Dore, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima itu, telah jatuh cinta pada dunia silat sejak SMA. Bukan karena ingin jadi petarung, tetapi karena silat punya nilai yang dalam, yakni disiplin, pengendalian diri, dan rasa hormat.
“Silat itu bukan cuma olahraga. Ada budayanya, ada filosofinya,” katanya.
Awal Mula Jatuh Cinta Silat
Ketika teman-temannya sibuk ikut ekskul lain, Nuryanti justru terpikat oleh gerakan silat yang menurutnya artistik dan penuh makna.
Ia tidak hanya menikmati jurus-jurus yang dipelajari, tapi juga semangat kebersamaan saat latihan.
“Latihan bareng itu rasanya beda. Capek, tapi rame. Kita sama-sama berjuang, saling dorong, saling semangatin,” ujarnya sambil tersenyum kecil.
Prestasi dan Momen Tak Terlupakan
Salah satu prestasi terbesarnya adalah saat bertanding di Kejuaraan Nasional Bima Championship 1 2025. Ia berhasil menyumbangkan medali perunggu untuk STKIP Taman Siswa Bima.
Bahkan timnya keluar sebagai Juara Umum 1 tingkat dewasa. Sebelumnya, ia juga pernah bertanding di Champions 2 di Lombok.
Namun, kemenangan bukan satu-satunya hal yang membekas. Justru kekalahan tipis saat final menjadi pengalaman paling dalam.
“Saya keluar gelanggang langsung nangis. Point kami sama, tapi lawan saya yang dinyatakan menang. Rasanya campur aduk. Kaget, sedih, nggak percaya,” tutur Nuryanti.
“Tapi ya dari situ saya belajar. Nggak semua yang kita perjuangkan hasilnya sesuai harapan. Tapi prosesnya tetap berharga,” sambungnya.
Tantangan Mahasiswa dan Atlet
Menjadi mahasiswa dan atlet bukan perkara ringan. Pagi kuliah, sore latihan. Waktu istirahat?. “Ada sih, meski cuma sebentar. Yang penting bisa rebahan sebentar,” katanya sambil tertawa.
Ia mengaku, tantangan terbesar justru bukan lelah fisik, tapi menjaga fokus dan konsistensi. “Kadang latihan berat, terus malamnya harus ngerjain tugas. Tapi karena ini dua hal yang saya cintai, saya jalani aja,” ujarnya.
Dukungan Pelatih, Keluarga, dan Kampus
Nuryanti menyebut nama pelatihnya dengan penuh rasa hormat, Agus Supriadi, S.Pd. “Kalau bukan karena beliau, mungkin saya nggak bisa sejauh ini. Beliau sabar banget, selalu mendorong kami buat terus maju,” jelasnya.
Dukungan juga datang dari orang tua dan pihak kampus. “STKIP Taman Siswa Bima sangat suportif. Kami difasilitasi, diberi izin saat bertanding, bahkan diapresiasi setelah pulang. Rasanya dihargai banget sebagai mahasiswa yang punya minat di luar akademik,” ungkapnya.
Silat telah mengubah cara Nuryanti memandang hidup. Bukan hanya sebagai olahraga, tapi juga sebagai guru kehidupan. Di situ ia belajar bangkit, menghargai proses, dan tetap rendah hati meski menang.
“Kalau kamu cinta sesuatu, kejar aja. Jangan takut beda. Selama kamu serius, Tuhan akan bukakan jalannya,” katanya menutup percakapan.
Kini, Nuryanti tak hanya bercita-cita menjadi guru SD, tapi juga pelatih silat dan penggerak budaya lokal. Ia ingin menunjukkan bahwa mahasiswa bisa berprestasi dari berbagai sisi. Asal ada niat, dukungan, dan semangat yang tak mudah padam. (*)